Nanang Ikrani adalah seorang ibu yang usia 25-an tahun dengan anak dua orang. Sehari-hari bergelut dengan demi pemenuhan ekonomi keluarga, dengan menghidupi 3 orang anggota keluarganya, yaitu dua orang anaknya dan seorang adiknya.
Kehidupan Nanang terasa sangat berat, apalagi untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya. “Saya membesarkan anak-anakku tanpa suami, dimana suamiku meninggalkan saya sejak delapan tahun yang lalu,” katanya sambil mengenang masa lalu.
Untungnya Nanang mendapatkan sokongan dari program Dinas Sosial melalui program keluarga harapan (PKH). Dalam PKH ini Ibu dua orang anak ini akhirnya lambat-laun kebutuhan ekonomi keluarga secara berlahan mulai teratasi, meski tidak secara keseluruhan.
Ditengah jeratan ekonomi keluarga, Janda muda ini juga mulai melirik kegiatan-kegiatan sosial di desanya, pada awalnya ia ikut program PKH atas nama orang tuanya, karena orang tuanya sudah meninggal, maka ia menjadi ahli waris dari bantuan Depsos tersebut, apalagi memang Ibu Nanang juga memenuhi syarat sebagai dana penerima bantuan.
Berangkat dari pengalaman itu, maka Ibu Nanang juga mulai aktive di kegiatan-kegiatan desa, misalnya ia sudah berani bicara, termasuk berani bicara dengan Kades Julubori sebagai pemegang mandat tertinggi pemerintahan di desa itu.
“Jadi setiap pertemuan desa, saya sudah mulai dilibatkan, tapi memang awal-awalnya saya juga gugup bicara. Awalnya hanya ikut saja, tapi lama-kelamaan, akhirnya saya sudah bisa sedikit bicara, dan sekarang malah saya sudah bisa memberikan masukan-masukan kepada Pak Desa secara langsung,” urainya.
Hal ini terjadi pada bulan Desember 2010, dan terus mengawal pembangunan desa bersama dengan perempuan desa lainnya. Dari situ kemudian, Nanang dipercaya sebagai Ketua Kelompok I Borong Bilalang dalam Program Keluarga Harapan.
Karena posisinya sebagai ketua kelompok, maka setiap rencana-rencana pembangunan desa, sudah aktiv terlibat, diskusi, dan bersama-sama mengambil keputusan bersama.
Jadi keaktifan dirinya, juga pertanda bahwa kesadaran perempuan di dusunnya juga telah berpartisipasi dalam pembangunan secara aktive, utamanya pengurus kelompoknya aktive mengikuti pertemuan dan kegiatan-kegiatan sosial di Desa Julubori.
Menurut Nanang, bukan hal mudah untuk melakukan semua itu, karena sebagai single parent, disamping memenuhi kebutuhan keluarga dimana dia menjadi kepala keluarga, juga terus bekerja bersama-sama masyarakatnya, termasuk kelompoknya.
Meski begitu, dia mengalami hambatan-hambatan dalam mempercepat partisipasi perempuan, karena menurutnya perempuan Dusun Bilalang membutuhkan tenaga pengajar yang dapat mendidik perempuan-perempuan Desa Julubori dari berbagai aspek, termasuk soal tenaga ahli dalam peternakan unggas, misalnya peternakan itik dan ayam kampung. “Ternak ayam potong disini tidak dapat dikelola secara berkelompok oleh masyarakat, tapi kalau ternak itik atau ayam untuk setiap kepala keluarga maka sangat cocok,” katanya.
Di balik kesukesan Nanang didalam mengawal kelompok dan masyarakat Desa Julubori, yaitu Musabir dari petugas Dinas Sosial dengan progam keluarga,Dg Bollo (tokoh perempuan), Kades Julubori, dan lainnya.
Dengan kegiatan-kegiatan sosial ini, maka saya banyak mengalami perubahan, tak terkecuali perubahan ekonomi. Tetapi meski demikian ekonomi keluarga harus menjadi prioritas utama dengan terus berjualan di emperan toko, dari situ memang pembelinya terkadang tidak menentu, tetapi itu sudah dapat sedikit demi sedikit meringankan keluarga, karena uang transport anak-anaknya yang sekolah dapat teratasi.
Jadi hikmahnya, karena terlibat didalam mengurus kegiatan-kegiatan di desa, maka waktunya kami atur, sehingga jualan juga tetap berjalan. Itulah gambaran, bagi perempuan-perempuan yang terus bergelut dengan lilitan ekonomi keluarga tapi tak pernah terlepas dari proses pembangunan di desa. (sultan darampa)
Kehidupan Nanang terasa sangat berat, apalagi untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya. “Saya membesarkan anak-anakku tanpa suami, dimana suamiku meninggalkan saya sejak delapan tahun yang lalu,” katanya sambil mengenang masa lalu.
Untungnya Nanang mendapatkan sokongan dari program Dinas Sosial melalui program keluarga harapan (PKH). Dalam PKH ini Ibu dua orang anak ini akhirnya lambat-laun kebutuhan ekonomi keluarga secara berlahan mulai teratasi, meski tidak secara keseluruhan.
Ditengah jeratan ekonomi keluarga, Janda muda ini juga mulai melirik kegiatan-kegiatan sosial di desanya, pada awalnya ia ikut program PKH atas nama orang tuanya, karena orang tuanya sudah meninggal, maka ia menjadi ahli waris dari bantuan Depsos tersebut, apalagi memang Ibu Nanang juga memenuhi syarat sebagai dana penerima bantuan.
Berangkat dari pengalaman itu, maka Ibu Nanang juga mulai aktive di kegiatan-kegiatan desa, misalnya ia sudah berani bicara, termasuk berani bicara dengan Kades Julubori sebagai pemegang mandat tertinggi pemerintahan di desa itu.
“Jadi setiap pertemuan desa, saya sudah mulai dilibatkan, tapi memang awal-awalnya saya juga gugup bicara. Awalnya hanya ikut saja, tapi lama-kelamaan, akhirnya saya sudah bisa sedikit bicara, dan sekarang malah saya sudah bisa memberikan masukan-masukan kepada Pak Desa secara langsung,” urainya.
Hal ini terjadi pada bulan Desember 2010, dan terus mengawal pembangunan desa bersama dengan perempuan desa lainnya. Dari situ kemudian, Nanang dipercaya sebagai Ketua Kelompok I Borong Bilalang dalam Program Keluarga Harapan.
Karena posisinya sebagai ketua kelompok, maka setiap rencana-rencana pembangunan desa, sudah aktiv terlibat, diskusi, dan bersama-sama mengambil keputusan bersama.
Jadi keaktifan dirinya, juga pertanda bahwa kesadaran perempuan di dusunnya juga telah berpartisipasi dalam pembangunan secara aktive, utamanya pengurus kelompoknya aktive mengikuti pertemuan dan kegiatan-kegiatan sosial di Desa Julubori.
Menurut Nanang, bukan hal mudah untuk melakukan semua itu, karena sebagai single parent, disamping memenuhi kebutuhan keluarga dimana dia menjadi kepala keluarga, juga terus bekerja bersama-sama masyarakatnya, termasuk kelompoknya.
Meski begitu, dia mengalami hambatan-hambatan dalam mempercepat partisipasi perempuan, karena menurutnya perempuan Dusun Bilalang membutuhkan tenaga pengajar yang dapat mendidik perempuan-perempuan Desa Julubori dari berbagai aspek, termasuk soal tenaga ahli dalam peternakan unggas, misalnya peternakan itik dan ayam kampung. “Ternak ayam potong disini tidak dapat dikelola secara berkelompok oleh masyarakat, tapi kalau ternak itik atau ayam untuk setiap kepala keluarga maka sangat cocok,” katanya.
Di balik kesukesan Nanang didalam mengawal kelompok dan masyarakat Desa Julubori, yaitu Musabir dari petugas Dinas Sosial dengan progam keluarga,Dg Bollo (tokoh perempuan), Kades Julubori, dan lainnya.
Dengan kegiatan-kegiatan sosial ini, maka saya banyak mengalami perubahan, tak terkecuali perubahan ekonomi. Tetapi meski demikian ekonomi keluarga harus menjadi prioritas utama dengan terus berjualan di emperan toko, dari situ memang pembelinya terkadang tidak menentu, tetapi itu sudah dapat sedikit demi sedikit meringankan keluarga, karena uang transport anak-anaknya yang sekolah dapat teratasi.
Jadi hikmahnya, karena terlibat didalam mengurus kegiatan-kegiatan di desa, maka waktunya kami atur, sehingga jualan juga tetap berjalan. Itulah gambaran, bagi perempuan-perempuan yang terus bergelut dengan lilitan ekonomi keluarga tapi tak pernah terlepas dari proses pembangunan di desa. (sultan darampa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi