Ketiga komunitas yang sudah menjadi anggota Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN) ini adalah :
1. Komunitas Pakkasalo masuk wilayah administrasi Kecamatan Ponre
2. Komunitas Saweng masuk wilayah administrasi Kecamatan Mare
3. Komunitas Lappa Lampoko masuk wilayah administrasi Kecamatan Mare
Sebagai masyarakat dataran tinggi, ketiga komunitas ini memiliki sumber daya alam yang cukup tersedia, dengan ekosistem :
1. Tanaman cengkeh
2. Tanaman coklat
3. Tanaman jambu mete
4. Tanaman vanili
Sementara untuk tanaman kehutanan, terdiri atas :
1. Kayu sengon
2. Kayu Jati
3. Ekosistem Enau
4. Campuran
Pada tofografi yang lebih tinggi lagi, merupakan hutan lindung dengan ekosistem hutan alam yang masih perawan.
Komunitas-komunitas ini masih juga memiliki ekosistem hutan adat yang disebut “hutan attiriolong”. Hutan ini dipercaya dan dijaga oleh masyarakat setempat secara turun-temurun, meski belakangan ini nyaris fisik hutan tersebut sudah tidak kelihatan lagi, karena akibat serbuan perkebunan yang masih terus membuka areal pembukaan lahan sampai sekarang.
Komunitas ini juga mengalami pembauran, akibat dari pendudukan pasukan DI/TII, apalagi ketiga komunitas ini adalah wilayah markas besar DI/TII bagian selatan, yaitu mabes momo’ putih yang dipimpin oleh Bahar Mattaliu. Meski demikian, bekas-bekasnya masih dapat dipertahankan, termasuk soal teretory, bahkan sejumlah ritual juga masih diperlakukan, utamanya soal-soal upacara untuk pada hari-hari tertentu ketika mau memanfaatkan hasil-hasil alam tersebut. (sultan darampa)
1. Komunitas Pakkasalo masuk wilayah administrasi Kecamatan Ponre
2. Komunitas Saweng masuk wilayah administrasi Kecamatan Mare
3. Komunitas Lappa Lampoko masuk wilayah administrasi Kecamatan Mare
Sebagai masyarakat dataran tinggi, ketiga komunitas ini memiliki sumber daya alam yang cukup tersedia, dengan ekosistem :
1. Tanaman cengkeh
2. Tanaman coklat
3. Tanaman jambu mete
4. Tanaman vanili
Sementara untuk tanaman kehutanan, terdiri atas :
1. Kayu sengon
2. Kayu Jati
3. Ekosistem Enau
4. Campuran
Pada tofografi yang lebih tinggi lagi, merupakan hutan lindung dengan ekosistem hutan alam yang masih perawan.
Komunitas-komunitas ini masih juga memiliki ekosistem hutan adat yang disebut “hutan attiriolong”. Hutan ini dipercaya dan dijaga oleh masyarakat setempat secara turun-temurun, meski belakangan ini nyaris fisik hutan tersebut sudah tidak kelihatan lagi, karena akibat serbuan perkebunan yang masih terus membuka areal pembukaan lahan sampai sekarang.
Komunitas ini juga mengalami pembauran, akibat dari pendudukan pasukan DI/TII, apalagi ketiga komunitas ini adalah wilayah markas besar DI/TII bagian selatan, yaitu mabes momo’ putih yang dipimpin oleh Bahar Mattaliu. Meski demikian, bekas-bekasnya masih dapat dipertahankan, termasuk soal teretory, bahkan sejumlah ritual juga masih diperlakukan, utamanya soal-soal upacara untuk pada hari-hari tertentu ketika mau memanfaatkan hasil-hasil alam tersebut. (sultan darampa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi