SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Jumat, 15 Oktober 2010

AMAN Sulsel Tolak UU No.41

Makassar, (KBSC)
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel beserta AMAN Luwu Raya, ditambah dengan sejumlah aktivis, serta komunitas-komunitas dari Toraya (2 kabupaten), Enrekang, Sidrap, Maros, Gowa, Sinjai, Bulukumba, Luwu Utara, Bone, dan beberapa pihak lainnya, bersepakat menolak Undang-Undang No.41 Tentang Kehutanan, dengan alasan bahwa Skema (HTR,HKm dan Hutan Desa) yang ditawarkan kepada masyarakat adat justru dianggap mengkebiri hak-hak masyarakat adat.

Selain menolak yang kemudian meminta revisi UU No.41 tersebut, mereka juga meminta desakan agar RUU tentang Pengakuan Hak-hak Masyarakat Adat segera ditetapkan menjadi Undang-Undang. Kedua point ini terungkap lewat Workshop Pengakuan Hak-Hak Masyarakat Adat yang disponsori oleh REFOCTC bekerjasama dengan AMAN Sulsel, tanggal 14 Oktober 2010 di Hotel Bumi Asih.

Dua narasumber yang hadir, yakni dari RLPS-Dephut dan Dr.Farida (ahli hukum), membahas tentang peluang-peluang Skema HKm, HTR dan Hutan Desa bagi masyarakat adat. Sayangnya, masyarakat adat menolak untuk menerima skema tersebut.

Disisi lain, L.Sombolinggi (tokoh masyarakat adat dari Toraja), bersikukuh menerima salah satu dari ketiga skema tersebut. “Sangat tidak masuk akal, kalau kita memaksakan masyarakat adat menolak ketika skema tersebut yang termuat dalam UU No.41,” katanya.

Tetapi ia juga mengharapkan, bahwa bagi komunitas-komunitas yang menolak ketika skema tersebut, tidak memaksakan kehendaknya kepada kepada komunitas-komunitas yang memanfaatkan peluang tersebut.

Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Sulsel, Sirajuddin, secara tegas mengungkapkan bahwa forum ini sedikit menyalahi dari kesepakatan awal ketika REFOCTC menawarkan kerjasama pelaksana dalam workshop ini.

“Kesepakatanya adalah kalau tujuan dari workshop tersebut untuk meminta anggota-anggota AMAN menerima ketiga skema tersebut, maka otomatis kami tidak mau terlibat dalam workshop tersebut,” katanya.

Tetapi akhir dari diskusi tersebut, disepakati bahwa workshop ini sebenarnya adalah hanya sosialisasi ketika skema tersebut kepada masyarakat adat. “Yang kemudian kita tidak dapat memaksakan kehendak kita, atau kehendak RECOFTC untuk masyarakat adat menerima ketiga skema ini,” kata Sirajuddin.

Jadi kalau forum ini meminta kesepakatan dari rekomendasi tersebut AMAN harus menerima ketiga konsep ini, maka itu sama sekali tidak boleh diterima.

Akhirnya, beberapa butir-butir kesepakatan dari workshop ini yang kemudian diterima secara legowo semua peserta, yaitu :
1.    Meminta Revisi Undang-Undang No.41
2.    Mendesak percepatan pengesahan RUU PPHMA
3.    Sebagian menerima skema HTR, HKm, dan HD, dan sebagian besar menolak
4.    Mencari bentuk dan model skema lain yang lebih tepat dan lebih akomodatif terhadap kepentingan hak-hak masyarakat adat.
Akhir kata, Mbak Mila dari RECOFTC menyatakan sangat puas terhadap proses workshop ini, apalagi duduknya satu forum antara komunitas-komunitas adat di Sulawesi Selatan, pemerintah, dan para pihak yang bersama-sama membahas issu-issu kehutanan, utamanya ketika skema tersebut. (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi