SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Sabtu, 31 Juli 2010

Sekolah Bokashi di Komunitas Limboa

Anggota Kelompok Tani Limboa sedang survei potensi sumber daya alam mereka untuk beberapa kebutuhan program 

Salu Tua, (KBSC)Satu lagi maju yang dilakukan WAKIL group dalam memperkuat basis-basis dampingannya di masyarakat, yaitu menjadikan Limboa sebagai tempat belajar petani (sekolah) pembuatan bokashi.

Pengelolaan bokashi dibawah langsung manajemen Kelompok Tani (Koptan) Limboa, seperti yang diceritakan salah seorang pendamping Yayasan WaKIL yang beroperasi di KecamatanTinggimoncong.

Menurut Natsir Dg.Tola, keberadaan komunitas Limboa memang sangat strategis, selain karena dukungan ekosistem dan tofografi kondisi alamnya yang memungkinkan, juga karena faktor kesediaan dan kerelaan, serta tumbuhnya sikap kegotongroyongan oleh anggota Koptan tersebut.

"Dua tahun lalu sudah dibangun 'markas' Koptan, yaitu berupa balai pertemuan yang dibuat ditengah-tengah sawah, dan di bawah rumah tersebut tersedia kolam air tawar. Kolam ini tidak akan pernah kekeringan, karena sulplai air dari saluran induk DAS Jeneberang juga tidak pernahberhenti," ceritanya.

Di depan gedung balai rakyat tersebut, juga dibangun satu unit gedung khusus untuk pengelolaan atau pembuatan pupuk organic bokashi. Hal ini dilakukan, karena memang sumber utama atau bahan utama pembuatan bokashi adalah jerami, jadi nantinya bahan-bahan ini tinggal diambil saja  langsung dari sawah anggota Koptan.

Sementara Deputy Executive Director WAKIL Foundation, Ernawati Rasyid Dg.Te'ne mengatakan, keberadaan sekolah bokashi tersebut adalah by desaign dari rangkaian panjangmimpi-mimpi yang dibangun WAKIL.

"Memang ke depan, ada beberapa komunitas yang akan didampingi, termasuk mengkonsultasikan potensi masing-masing komunitas. Tapi kita melihat dulu apa yang dimiliki komunitas dampingan, bagaimana semangatnya, kemampuan teknisnya, dan kecondongan-kecondongan apa yangdiimpikan komunitas tersebut," akunya.

Tapi proses ini memang tidak pendek, dari sekian tahun WAKIL menjalankan mandat visinya, baru dua atau tiga terakhir ini menemukan pola yang menurut WAKIL dianggap cocok untuk sementara waktu. Dan dari situlah, akan terus dievaluasi, apa kira-kira pengembangan itu diarahkan pada jalur yang telah dilakukan selama ini, atau justru dikembangkan ke arah yang mungkin sedikit berbeda dari sebelumnya.

Jadi, sekolah bokashi adalah satu langkah nyata dari kawan-kawan di WAKIL untuk terus berkarya bersama dengan komunitas-komunitasnya. (sultan darampa)

Sekolah Alam bagi Wisatawan di Malino


Malino, (KBSC)
Pembangunan kampung wisata yang digagas aktivis lingkungan Edi Hariadi tergolong unik dan lebih khusus sebagai upaya nyata di dalam kelestarian lingkungan, sekaligus membangkitkan kepariwisataan yang lagi lesu.

Kampung wisata yang terletak di Dusun Katiklaporan, Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa itu, memiliki luas sekitar 20 hektar, dengan fasilitas 20 rumah penginapan turis (milik penduduk lokal), ekosistem hutan dan sejumlah fasilitas fisik lainnya.

Sekedar diketahui, bahwa pembangunan Kampung Wisata selain diinisiasi oleh Edi Hariadi dan kawan-kawan, investornya datang dari masyarakat sendiri, yaitu masyarakat yang memiliki rumah di kawasan tersebut

Sejumlah fasilitas lain, diantaranya :
1. Outbound pendidikan (flaying fox, pelibatan orang kampung dalam pelatihan penangungalangan bencana, mahasiswa praktekan tentang teknik penamggilangan bencana)
2. Pendidikan lingkungan (ana-anak mengenal alam, mereka tinggal di rumah-rumah penduduk, dan penduduk menjadi orang tua angkat untuk melihat kondisi ekosistem lingkungan sehari-hari, misalnya bagaimana hubungan social kemasyarakatan yang terjadi di kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Makassar).
3.Beberapa jenis tanaman kehutanan, seperti ekosistem hutan pinus, tanaman akar tunggang dl, juga model perkebunan hortikultura.
4. Membangun balai pertemuan dan lesehan untuk aktivitas wisata. Balai ini untuk dialog, pertemuan, pelatihan in class, termasuk diantaranya adalah dialog pendidikan lingkungan .
5. Empang dua tingkat 5 x 10 meter persegi dan 10 x 10 meter persegi (dipinggir empang dibuatkan lesehan) 22 gasebo dan lesehan yang dimiliki oleh masing-masing 22 kepala keluarga. Itu kontrak ekonomi dengan masyarakat. 
6. Kolam permandian. Kolam ini juga dikerja oleh masyarakat dan difasilitasi oleh masyarakat, sehingga kontribusinya juga diatur oleh manajemen kampung ini. 
7. Sumber air. Berupa anak sungai dari DAS Jeneberang (dimana di hulu anak sungai ini telah dilakukan konservasi. sehingga cadangan sumber air baku di masa akan datang tidak bakalan terganggu.

Beberapa syarat-syarat tamu turis untuk dapat menggunakan kampung ini, yaitu  :
1. Menanaman pohon minimal 1 pohon sebelum tinggal di rumah tersebut. Nama pohon tersebut diberi nama sesuai dengan nama orang yang menanam. Jadi, sewaktu-waktu mereka dapat datang melihat pohon tersebut. Soal biaya perawatan, maka dapat dititip biaya rawat untuk menjadi milik pribadi, dan dana titipan ini akan dikelola oleh manajemen kampung. Misalnya selama 1 tahun, biaya titipnya 10.000. Tujuannya, upaya untuk pendidikan sadar lingkungan. Jadi bagaimana orang punya kecintaan lingkungan itu tumbuh dalam diri seseorang.
Pertannyaannya, bagaimana kalau pohon itu mati, maka siempunya dapat mengganti dengan pohon baru tanpa dapat dialihkan kepemilikan ke orang lain.
2. Block Grand. Dana ini berasal dari swadaya masyarakat. Sumber dana ini  adalah dana titip perawatan pohon, misalnya jika arus kunjungan turis (manca dan domestic) mencapai 100 orang dalam satu tahun, maka dapat diprediksi bahwa sudah ada 100 pohon tanaman baru yang ada dalam kawasan tersebut. 100 pohon tersebut dikalikan Rp 10.000 perpohon sebagai  biaya perawatan, maka total dana investasi yang masuk sudah ada Rp 1 juta. Kemudian pendapatan lain, seperti biaya penginapan, makan, penggunaan lesehan dan royalty, maka jika itu dikumpulkan, akan menghasilkan pendapatan yang lumayan. Pendapatan ini diakumulasikan dalam bentuk investasi, untuk kemudian pengembangan dan penambahan sarana.    
3. ID card pohon. ID ini menjadi simbolik bagi seseorang untuk mengkampanyekan go green dimana ia berada. Misalnya, jika berada di suatu negara, maka ia dapat memperlihatkan ID card ini bahwa di Indonesia ia memiliki pohon untuk tujuan misi pengurangai emisi karbon.

Pendidikan Anak Sekolahan
Sejumlah lembaga pendidikan telah melakukan MoU kerjasama dengan pengelola Kampung Wisata ini, diantaranya adalah Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Mega Resky Makassar. STIKES menilai bahwa kegiatan pendidikan out class ini adalah bagian dari kurikulumnya.
    Misalnya, selama 6 bulan, mahasiswa STIKES belajar in class di kampusnya, lalu 6 bulan berikutnya modul teori tersebut dipraktekkan melalui pengalaman belajar lapangan. Jadi out classnya adalah di Kampung Wisata.
    “Sebenarnya salah output pendidikan out class ini adalah solusi alternative dari program Ospek yang selama ini berbau kekerasan. STIKES memandang, Ospek tetap dilaksanakan, tetapi cara dan starategisnya jauh berbeda, pengenalan alam bagi mahasiswa jauh lebih baik dari metode Ospek yang selama ini dikembangkan oleh kampus-kampus,” ujar Pipit, nama beken Edi Hariadi.
    Selain tingkat mahasiswa, kampung wisata ini juga diperuntukkan untuk kalangan anak-anak sekolahan SMP, SD dan SMU. Tujuannya, bagaimana anak sekolahan ini selain mengenal ekosistem alam, juga dapat melihat aktivitas sehari-hari masyarakat kampung, misalnya bagaimana ia melihat masyarakat memelihara pohon aren, mengambil tuak, lalu diolah untuk menghasilkan gula aren.
    “Jadi seluruh proses pembuatan gula aren dapat disaksikan dan dipelajari oleh siswa outbound langsung dari praktek lapangan. Dan praktek lapang inilah yang berkontibusi besar terhadap pengalaman belajar bagi anak-anak ke depan,” kunci Pipit. (sultan darampa)

Selasa, 27 Juli 2010

Hugua, Bukan Bupati Biasa

Wanci, (KBSC)
Perkembangan kabupaten Wakatobi sejak di jabat oleh Ir. Hugua pada tahun 2006 silam kini sudah mengalami kemajuan yang cukup pesat bila dibandingkan dengan sebelumnya, daerah yang resmi definitiv pada tahun 2003 ini sudah mampu bersaing dengan daerah lain, khususnya di sektor pariwisata dan kelautan.

Kerja keras Ir. Hugua selama tiga tahun terakhir ini akhirnya berbuah manis, kabupaten Wakatobi berhasil meraih beberapa penghargaan, baik yang berskala nasional maupun internasional, penghargaan itu diantaranya adalah Highest Appreciation MDGs (Millennium Development Global
Standard) yang diberikan oleh UNDP dan Metro TV, Indonesian Tourism Awards 2009 dari  Departemen Pariwisata Republik Indonesia dan Majalah Swa Sembada, Penghargaan Bidang Penataan Ruang Berkelanjutan kategori kabupaten tahun 2009 dari Departemen Pekerjaan Umum Ditjen Penataan Ruang dan penghargaan dari WWF atas melestarkikan polulasi penyu di Wakatobi pada World Ocean Conference (WOC).

Sebagai Bupati yang mempunyai segudang prestasi dalam membangun daerah yang dipimpinnya, secara khusus pihak Stasiun Televisi Nasional Metro TV mengundang Hugua dalam program dialog Kick Andy yang ditayangkan pada Jum’at malam tanggal 22 Januari dan hari Minggu sore tanggal 24 Januari lalu. Awalnya Hugua sempat bingung karena di undang dalam acara Kick Andy, apalagi acara tersebut merupakan acara besar yang ditonton oleh ratusan juta masyarakat Indonesia.

“Saya juga tidak mengerti kenapa di undang sebagai narasumber dalam program acara Kick Andy, bahkan dua reporter yang ditugaskan dari biro Makassar yang datang ke Wakatobi tidak bisa  menjawab ketika saya tanya kenapa saya di undang di acara Kick Andy, mereka bilang hanya menjalankan tugas dari Jakarta.” Tutur Hugua ketika di temui usai menjadi pemateri dalam Rapat Kerja Ikatan Alumni Universitas Haluoleo (23/01).

Masih dalam perasaan bingung Hugua akhirnya berangkat ke Jakarta untuk memenuhi undangan tersebut, ternyata sesampainya di Jakarta bukan hanya dirinya yang diundang, melainkan ada 4 bupati yang akan menjadi narasumber dalam acara tersebut, keempat bupati itu adalah Bupati Sragen Untung Wiyono, Bupati Jombang Suyanto, Bupati Lamongan Masfuk dan Bupati Gorontalo David Bobihu Akib, mereka di undang untuk berbagi pengalaman sebagai bupati yang dinilai berhasil membangun daerahnya sekaligus membuktikan bahwa bupati yang ada di daerah tidak selalu di anggap sebagai raja kecil dan gagal menjalankan otonomi daerah.

Dengan balutan kameja berwarna kuning muda di padu Jeans biru, Hugua akhirnya tampil di acara Kick Andy. “Dulu Anda aktivis yang sering mengkritik pemerintah, sekarang Anda duduk di kursi panas.” Sapa Andy F. Noya Presenter acara Kick Andy ketika menyambut Hugua yang memasuki panggung dialog.

Dari serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh Andy F. Noya, Hugua menceritakan pengalamannya membangun kabupaten Wakatobi yang dulunya masih terisolasi kini sudah mulai berkembang dengan cukup pesat. Salah satu pertanyaan yang cukup menggelitik ketika Hugua ditanya tentang bagaimana perasaannya setelah menjadi bupati Wakatobi, Hugua mengaku senang, pasalnya ketika masih menjadi aktivis LSM ia hanya bisa melayani masyarakat pada tingkatan desa dan kecamatan saja, sedangkan ketika menjadi bupati, skala untuk melayani masyarakat jadi lebih besar lagi dimana harus melayani 10 kecamatan dan 156.300 jiwa penduduk Wakatobi saat ini.

Berbagai program pembangunan di kabupaten Wakatobi sudah berhasil dilakukan, diantaranya mempromosikan objek pariwisata bawah laut menjadi salah satu tujuan wisata bahari, baik ditingkat domestik maupun mancanegara, meningkatkan jumlah pengunjung wisatawan yang sebelumnya hanya berkisar 2.000 sampai 3.000 wisatawan pertahun menjadi 20 ribu wisatawan pada tahun 2009 lalu. Selain itu, untuk menunjang akses wisatawan ke Wakatobi, Hugua juga membangun bandar udara Matahora yang terletak di Kec. Wangi-wangi yang menghubungkan Wakatobi-Kendari dan Wakatobi-Bau-bau,  termasuk membangun sarana dan prasarana wilayah seperti jalan dan pelabuhan.

Prestasi lain yang cukup membanggakan adalah merubah kultur masyarakat Wakatobi yang selama ini masih menggunakan terumbu karang sebagai bahan bangunan sudah bisa di hilangkan sedikit demi sedikit, Ia rutin mengunjungi masyarakat hingga kepelosok-pelosok hanya untuk memberi penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga laut untuk pelestarian lingkungan. “Jika di Gorontalo bupatinya di sebut Government Mobile, maka saya bisa disebut Mobile-mobile”, tutur Hugua yang disambut tawa Andy F. Noya.

Ambisi Hugua untuk memajukan Wakatobi tidak setengah hati, ia bertekad menjadikan Wakatobi lebih terkenal di dunia internasional, bahkan ia bercita-cita menjadi pemimpin dunia, “bercita-cita itu harus besar, visi itu harus besar, itu rendah diri namanya,” ujar Hugua. Bahkan motivasinya ingin membangun dunia di mulai ketika Ia membangun Wakatobi. Olehnya itu maka visi misi Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi sejak di jabat oleh Hugua adalah terwujudnya surga nyata bawah laut dipusat segitiga terumbu karang dunia.

Untuk  mewujudkan visi itu, salah satu hal yang dilakukan oleh Hugua adalah menjga pelestarian lingkungan hidup, utamanya perairan laut agar tetap lestari. Ia juga menerapkan system zonasi dibeberapa titik perairan laut yang ada di Wakatobi, system zonasi dilakukan untuk menetapkan beberapa wilayah yang tidak boleh dijamah oleh para nelayan untuk melakukan penangkapan ikan, wilayh itu digunakan sebagai daerah bertelur dan berkembangbiak biota laut. Dari 1 juta 800 ha luas perairan laut Kabupaten Wakatobi, baru 2% atau sekitar 36.000 ha yang ditetapkan sebagai zoning system.

Terbukti program ini sangat berhasil, beberapa hewan yang dilindungi bisa berkembang biak dengan baik, hasil tangkapan nelayan juga meningkat, namun yang terpenting adalah aktivitas nelayan yang merusak lingkungan seperti penggunaan bom ikan dan pengambilan karang sebagai bahan bangunan sudah jarang terjadi, sebagian nelayan sudah sadar jika merusak lingkugan maka mereka juga yang akan merasakan dampaknya.

Atas keberhasilan berbagai program yang telah dilakukan untuk membangun wilayahnya, Hugua bersama 4 bupati lain yang di undang dalam program dialog Kick Andy Metro TV dijuluki sebagai “Bukan Bupati Biasa”.

Berpredikat sebagai Bukan Bupati Biasa, Hugua menanggapinya dengan perasaan santai, menurutnya apa yang dilakukan saat ini semata-mata hanya untuk membangun kabupaten Wakatobi menjadi lebih baik, “kesederhanaan akan membuat orang menjadi luar biasa.”Ujar Hugua. (nining)   

Bombana Kian Cerah

Bombana, (KBSC)
Kabupaten Bombana merupakan daerah yang be­rada di jazirah Sela­tan propinsi Sulawesi Tenggara. Sebagai daerah yang ba­ru mekar dari induknya Kabupaten Buton, daerah ini me­ru­pakan salah satu daerah ter­tinggal yang ada propinsi Su­lawesi Tenggara.

Hampir se­bagian masyarakatnnya hi­dup dibawah garis kemiskinan dengan mata pencaharian utama adalah nelayan dan pe­tani. Saat itu nilai pendapatan perkapita masyarakat kurang dari 1500 US Dollar pertahun atau sekitar 15 juta rupiah (jika kurs dollar adalah 10.000 rupiah).

Sejak dibawah ke­pe­mim­pinan DR. Atikur­rah­man, MS, K­bupaten Bom­ba­na kini mu­lai mengalami kemajuan. Sebagai Bupati pertama yang memimpim Bombana, berbagai terobosan telah dilakukan untuk memajukan daerah yang dipimpinnya, apalagi ia merupakan putra daerah asli dari Kabupaten Bombana. Selama 5 tahun men­jabat kemajuan pembangunan di Kabupaten Bombana kini su­dah mulai terlihat dengan je­las dibanding­kan sebelum dimekarkan.

Terobosan yang dilakukan se­la­ma kepemimpinan Atikurrahman adalah membangun infrastruktur perkantoran di Ibu­kota Kabupaten Bombana di Kasipute, pembukaan ak­ses transportasi, serta pena­ta­an tata ruang kota se­hi­ngga lebih indah.

Untuk akses transportasi, Ati­kur­rahman membukanya da­lam 3 jalur utama, yaitu jalur laut, jalur darat dan rencananya akan membuka jalur uda­ra seiring rencana pemerintah setempat membangun Ban­dar udara yang saat ini su­dah dalam tahap peren­ca­naan.

“Hampir 95% seluruh jalan yang ada di Kabupaten Bom­ba­na sudah mulai diaspal setahap demi setahap baik ja­lan propinsi maupun jalan da­lam kota, pengaspalan jalan ba­gi beberapa kecamatan yang selama ini terisolir, termasuk membuka jalan usaha tani yang berada di desa Mata Oleo dan Mata Usu. Terbukanya daerah yang selama ini terisolir membuat masyarakat de­ngan sudah memasarkan ha­sil pertanian maupun per­ke­bunan mereka hingga ke daerah luar,” ungkap Atikur­rahman.

Untuk jalur laut, dibangun pelabuhan rakyat di pusat ko­ta yang bertempat di kecamatan Kasipute. Pelabuhan ter­sebut menghubungkan Kecamatan Mawasangka, Pulau Kabaena dan Kota Bau-bau. Ke­beradaan pelabuhan ini tentu saja memberikan kon­tri­busi yang sangat besar kepa­da masyarakat, sehingga masyarakat yang selama ini ke­su­litan  untuk bepergian kedaerah lain kini sudah gam­pang, apalagi hampir tiap ha­ri ada saja kapal yang ber­labuh.

“Pelabuhan rakyat kami bangun di Kecamatan Kasipute yang menghubungkan dengan beberapa daerah yang ada di Sulawesi Tenggara, termasuk membangun pela­bu­han perikanan,” kata Bupati yang murah senyum ini.

Prestasi lain adalah mem­ba­ngun Pasar Sentral Bom­bana yang menampung hasil per­tanian, perkebunan dan per­tanian masyarakat. Di pa­sar ini aktivitas jual beli masyarakat berlangsung setiap hari, sehingga bisa dipas­tikan perlahan demi perlahan ting­kat ekonomi masyarakat  su­dah mulai meningkat.(nining)

Istiadat Buton Masuk Muatan Lokal

Budaya Buton akan dimasukkan salah satu mata pelajaran muatan local (mulok), dengan tujuan untuk melestarikan budaya buton dari generasi kegenerasi.

“Budaya Buton akan dipelajari siswa melalui mulok, komitmen ini bagaian dari upaya menjadikan Buton sebagai kawasan bisnis dan budaya terdepan,” kata Bupati Buton, LM. Sjafei Kahar kepada media Sultra saat berkunjung dikantor Badan Infokom, PDE Arsip, senin (1/2).

Menurut Sjafei, masuknya budaya buton diharapkan Buton akan semakin mengetahui budayanya sendiri sehingga berimplikasi pada kecintaan mereka pada budaya Buton.

Hal yang sama dikatakan Kepala Badan Infokom Kabupaten Buton, La Halimu. Ia mengatakan bersamaan dengan peresmian Perpustakaan Umum Kabupaten Buton.

Bupati Buton, akan membahas buku budaya Buton secara panelis bersama Kepala Badan Litbang Buton, Lutfi Hasmar, La Ode Abdul Hukum,S.Ip, anggota DPRD Kabupaten Buton.

Rektor UMB Syarifuddin Bone, dan Camat Pasar Wajo Agus Feisal Hidayat,S.Sos, MS, serta dua anggota DPRD Kota Baubau masing – masing Ruslan dan La Ode Abdul Munafi.

Bupati Buton akan membahas buku Syair Ajonga Inda Malusa, Lutfi Hasmar membahas Hikayat Negeri Buton, La Ode Abdul Hukum membahas Silsilah Bangsawan Buton.

Syarifuddin Bone, Agus Feisal Hidayat, Ruslan, La Ode Abdul Munafi, masing – masing membahas Nasihat Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al Buthuni, Nasihat Syekh H. Abdul Gani Al – Buthuni.

“Undang – undang Buton versi Muhammad Isa dan Undang – undang Buton Versi Muhammad Idrus Kaimuddin,” kata La Halimu.

Semua buku yang memuat tentang Budaya Buton tersebut merupakan Karya Prof Dr La Niampe, M.Hum Dosen Unhalu yang sangat peduli dan konsen meneliti naskah – naskah budaya Buton. (ms)

Pariwisata Kendari Terus Menggeliat

Kinerja Pemerintah Kota Kendari untuk melestarikan budaya serta mempromosikan pariwisata yang ada di Kota Kendari kepada masyarakat luas selama tahun 2009 lalu patut diacungi jempol, berbagai kegiatan untuk melestarikan seni budaya serta mempromosikan potensi pariwisata telah berhasil dilakukan dan menuai apresiasi positif dari masyarakat, misalnya festival Teluk Kendari dan pemilihan Luale Anandonia atau pemilihan Putra Putri Pariwisata Kota Kendari yang banyak menarik perhatian masyarakat.

Prestasi gemilang ini terwujud atas kerja keras jajaran Dinas Pariwisata Kota Kendari utamanya pada Bidang Seni Budaya yang saat ini dibawah kendali Anna Susanti.

Untuk menuai prestasi yang sama pada tahun 2009 lalu, tahun ini Dinas Pariwisata Kota Kendari mengagendakan berbagai kegiatan yang tujuannya untuk melestarikan seni dan budaya daerah serta mempromosikan potensi pariwisata daerah. Kegiatan itu diantaranya festival Teluk Kendari, yang sudah diagendakan menjadi kegiatan tahunan termasuk pemilihan Luale Anandonia.

“Lomba Luale Anandonia ini diadakan untuk mencari para pemuda dan pemudi yang ada di kota Kendari agar bisa memahami budaya dan potensi pariwisata daerahnya, apalagi saat ini sudah banyak generasi muda yang mulai lupa akan budaya sendiri, sehingga perlu terus di lestarikan, mengingat potensi budaya yang ada di kota Kendari sangat beragam dan disayangkan apabila hilang di telan zaman.” Tutur Anna Susanti.

Rencananya pelaksanaan pemilihan Luale Anandonia ini akan dilakukan pada bulan Mei mendatang. Jika dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, antusuaisme para pemuda dan pemudi untuk mengikuti kegiatan ini cukup tinggi. Pada tahun ini Dinas Pariwisata Kota Kendari optimis kegiatan ini akan lebih banyak diikuti oleh masyarakat.

Selain kegiatan tersebut, Dinas Pariwisata Kota Kendari juga akan menggelar Festival Tari Garapan yang rencananya akan digelar bertepatan dengan hari ulang tahun kota Kendari yang jatuh pada tanggal 9 Mei mendatang. Festival Tari Garapan sendiri merupakan sebuah kegiatan yang menampilkan penggabungan berbagai seni dan kreasi tari dari seluruh etnis yang ada di kota Kendari seperti etnit Tolaki, Muna, Buton dan Bugis.

Dalam festival ini akan memperebutkan piala Walikota Kendari. “tujuan utama dari kegiatan Festival Tari Garapan ini adalah untuk lebih memperkenalkan keragaman budaya dan adat istiadat yang ada di kota Kendari, sehingga masyarakat lebih mengetahui jika di kota Kendari terdapat berbagai suku dan budaya yang ada sejak puluhan tahun silam.” Ungkap Anna Susanti.

Anna Susanti juga mengungkapkan untuk menyemarakkan perayaan Hari Kemerdakaan Republik Indonesia pada bulan Agustus mendatang, akan dilombakan berbagai kegiatan budaya, seperti lomba lagu daerah, lomba busana daerah, lomba masakan tradisional dan pameran budaya.

Selain kaya akan ragam budaya dan adat istiadat, kota Kendari juga mempunyai potensi pariwisata yang sangat memadai, seperti wisata pulau, pantai maupun agro wisata termasuk akomodasi pariwisata dan souvenir. Secara garis besar potensi pariwisata yang ada di kota Kendari adalah Pulau Bungkutoko, Pantai Purirano, Pantai Nambo, Pantai Mayaria, Air Terjun Lahundape, Terowongan Jepang dan Makam Raja Sao-sao. Di kota kendari juga terdapat pusat kerajinan gambol dan perak yang sudah terkenal hingga ke manca negara.

Kerajinan perak di kota Kendari terkenal akan keindahan dan kehalusannya, bahkan desain perak yang dibuat bukan dalam bentuk bertentuk perhiasan saja tetapi sudah di buat dalam bentuk yang besar seperti perahu ataupun patung.

Salah satu Potensi pariwisata yang cukup terkenal dan menjadi ikon kota kendari adalah Pantai Kendari atau Kendari Beach, pantai ini terletak di pusat kota sehingga sangat mudah di jangkau. Hampir setiap hari dipadati oleh para pengungjung, bagi para remaja hingga orang tua. Dipantai ini tersedia berbagai aneka masakan yang dijual sepanjang jalan Pantai Kendari.

Anna Susanti menargetkan, pada tahun 2010 ini budaya dan pariwisata yang ada di kota Kendari akan lebih dikenal dimasyarkat luas, sehingga kota Kendari bisa menjadi tujuan wisata, baik wisatawan domestic maupun wisatawan mancanegara.

Naskah Buton, Peninggalan Sejarah yang Mulai Hilang

Bau-Bau, (KBSC)
Sejak dahulu kala, Kesultanan Buton memang sudah terkenal dimana-mana, kebudayaannya yang  tinggi masih terlihat hingga saat ini. Salah satu bukti peninggalan kebudayaan Buton yang masih ada hingga saat ini adalah naskah-naskah kuno.

Naskah-naskah kuno tersebut masih tersimpan di dalam keraton Buton yang dijaga oleh keturunan kesultanan Buton secara turun temurun. Akan tetapi dalam perjalanannya ada juga naskah kuno yang hilang tanpa diketahui keberadaannya.

Dalam naskah kuno tersebut berbagai infrormasi mengenai kebesaran dan kejayaan kesultanan Buton pada masa lampau seperti, hukum adat, kebudayaan, pemerintahan, tokoh-tokoh intelektual, hubungan dengan bansa-bangsa lain di dunia ,sejarah Buton dimasa lampau termasuk berbagai aspek kehidupan lainnya yang terekam dalam naskah-naskah tersebut.

Menurut  Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manasa) Sultra Prof. Dr. La Niampe, M.Hum bahwa naskah-naskah kuno dapat dipandang sebagai alat komunikasi yang hidup yang dapat menghubungkan antara kehidupan masa lampau dan masa sekarang serta masa yang akan datang.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh para ahli sejarah, naskah-naskah Buton ditulis dalam berbagai bahasa (Arab, Melayu dan Wolio), namun ada juga yang ditulis dengan menggunakan kombinasi Arab-Melayu (Jawi) dan Arab Wolio atau dalam bahasa Buton di sebut Buri Wolio.

Para penulis atau pengarang naskah kuno ini adalah para tokoh intelektual Buton pada zamannya, diantaranya adalah, Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al-Buthuni, Syeikh Haji Abdul Gani bin Abdullah Al-Buthuni, Abdul Khalik Maa Saadi Al-Buthuni, Haji Abdul Rahim bin Muhammad Idrus Kaimuddin Al Buthuni, La Kobu, Wa Ode Samarati dan Haji Abdul Hadi.

Para penulis naskah Buton ini telah menghasilkan berbagai karya, bahkan hasil karya mereka tidak kalah produktifnya dengan pengarang dari Melayu maupun pengarang dari Arab seperti Hamzah Fansuri, Abdul Samad Al-Palimbani, Syeikh Muhammad Ibnu Syeikh Abdil Karim dan Haji Abdullah bin Nuh.

Naskah Buton yang masih tersisa saat ini umumnya terbuat dari kertas buatan Eropa yang bercap Concordia, Lion Medallion dan Propatria keluaran pabrik abad ke-18 dan ke-19. Sekarang ini kondisi kertas-kertas tersebu sudah dalam taraf yang sangat mengkhawatirkan, selain karena umurnya yang sudah ratusan tahun, juga karena perawatannya yang kurang memadai. Bahkan sebagian sudah rusak karena lembab, dimakan anai-anai dan terkena percikan kertas.

Dengan demikian, dikhawatirkan segala informasi penting dari naskah kuno tersebut dalam waktu yang tidak lama lagi akan menjadi kenangan bagi generasi selanjutnya. Ironisnya generasi Buton yang dapat membaca naskah-naskah tersebut sudah mulai langka, terutama disebabkan karena bahasa dan aksara yang digunakan semakin asing dalam kehidupan mereka.

“perlu perhatian serius dari pemerintah kota Bau-Bau untuk menyelamatkan naskah kuno Buton, salah satu yang perlu dilakukan adalah menyelamatkan naskah yang tersisa dengan menggunakan scan digital agar naskah kuno yang sudah rusak bisa disimpan dalam bentuk digital atau dicetak kembali dengan kertas baru, sehingga naskah kuno tersebut bisa dipelajari oleh generasi selanjutnya.” Ungkap Prof. La Niampe.

Minimnya generasi muda yang sudah tidak dapat lagi menterjemahkan naskah Buton, mengakibatkan kelangkaan peredaran buku-buku  terjemahan  dari naskah Buton. Selain itu, para penterjemah sudah banyak yang meninggal dunia.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manasa) Sultra untuk menyelamatkan kelangkaan peredaran buku-buku tersebut  dengan memperkenalkan buku baru yang bersumber dari naskah Buton. Buku-buku itu di sunting oleh Prof. Dr. La Niampe, M.Hum.

Buku yang baru diluncurkan itu diantaranya Syair Ajonga Inda Malusa karangan Haji Abdul Ganiu pada abad ke-19, naskah asli berbentuk puisi dalam bahasa wolio dengan menggunakan aksara Arab-Wolio (Buri Wolio). Secara umum buku ini membiarakan berbagai hal seperti, agama, budi pekerti, hukum adat dan sistem pemerintah.

Selain itu juga diterbitkan beberapa buku yang juga bersumber dari naskah Buton seperti, Undang-Undang Buton Versi Muhammad Idrus Kaimuddin, Silsilah Bangsawan Buton yang ditulis oleh La Mbia Maa Hadia yang merupakan Menteri Baaluwu, Nasihat Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin Ibnu Badaruddin Al-Buthuni yang ditulis pada awal abad ke-19, Undang-Undang Buton Versi Muhammad Isa, Nasihat Syeikh Haji Abdul Gani dan buku terakhir adalah Hikayat Negeri Buton (Sastra Sejarah) yang bersumber dari Hikayat Sipajongan yang ditulis oleh salah seorang saudagar dari Banjar pada tahun 1267 Hijriyah atau tahun 1850 Masehi.

“kiranya buku ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan masyarakat Buton pada umumnya dan masyarakat terpelajar atau akademisi pada khususnya. Selain itu juga, kiranya buku buku ini dapat menambah koleksi perpustakaan sekolah, mulai dari SD hingga SLTA yang berada di wilayah Kesultanan Buton,” tutur Prof. La Niampe.

Pria yang meraih gelar doktor dan guru besar (professor) bidang ilmu Naskah Buton dan Filologi Buton ini mengaku bahwa penyebarluasan buku-buku ini bukan semata-mata untuk tujuan komersial, akan tetapi lebih memperkenalkan cara pengkajian naskah dengan menggunakan metode filologi sederhana sehingga naskah-naskah kuno yang semula menggunakan bahasa dan aksara yang asing bagi kalangan pembaca menjadi buku ilmiah popular yang dapat dikosumsi atau dibaca oleh masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan. (nining)

Senin, 26 Juli 2010

Lapandewa Butuh Air


PASARWAJO, (KBSC)
Masyarakat Lapandewa saat ini sangat membutuhkan aliran air.  Pasalnya, di sana tidak ada sama mata air atau air PDAM yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

Sehingga biasa dilakukan masyarakat di sana membangun bak dengan ukuran jumbo  yang isinya digunakan hingga enam bulan. Dan diisi memakai air hujan. Menurut salah seorang masyarakat di sana, La Ago pihaknya sudah beberapa kali meminta bantuan pada Pemkab. Hanya saja hingga kini belum ada realisasi.

“Olehnya kami berharap jika mekar Buton Selatan siapapun yang jadi pemimpinnya, air jadi skala prioritas,” pintanya diacara sosialisasi perkembangan pemekaran Busel dan Buteng di salah satu ruangan kelas SMPN 1 Lapandewa.

Selain itu, tambahnya yang menjadi kebutuhan masyakat juga adalah pemasngan listrik    dan
perbaikan jalan. Sebab dengan terpenuhinya ini, Lapandewa tidak akan terisolir. Tentu juga kemajuan taraf berpikir masyarakat utamanya siswa semakin meningkat.

Terlihat banyak di rumah penduduk memiliki bak air yang sangat besar. Begitupun dari sisi penerangan masih menggunakan PLTS. Itupun menyala hanya pada malam hari, karena siangnya melakukan pengisian lewat matahari. Begitupun jalan raya di ibukota kecamatan rusak. (nining)