SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Rabu, 17 Februari 2010

Laporan Perjalanan dari Papua (2)

Sewaktu bermalam di Kampung Wormu, aku coba keluar rumah bersama pace-pace saat menunggu makan malam. Indah tenan...bintang- bintang memenuhi langit, pas saat itu kami ngobrol ngawur ngidul dengan upaya masyarakat adat dalam mengelola hutan dan mempertahankan hak-hak adatnya. Aku mulai cerita tentang Telapak, siapa itu Telapak?, apa aja yang dikerjakan Telapak?, siapa saja manusia yang menghuni dunia Telapak?, sampai kami bicara tentang Ceng Ho, karena kami bicara tentang siapa yang menemukan pulau papua.

Kami juga ngobrol kenapa orang papua itu rambutnya talingkar? bukan lurus?..hayo siapa yang bisa jawab!.Pace- pace bingung juga karena ngga bisa jawab. Yang jelas waktu itu aku jawab dan diaminin oleh pace dan mace adalah orang papua rambutnya talingkar karena kebanyakan mikir---jadi deh sampai talingkar--- -mikirin hutannya mau dijual kemana lagi.

Aku juga sampaikan bahwa telapak sudah memulai dengan masyarakat adat di Knasiamos di Teminabuan untuk bersama-sama melakukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat. Dimana masyarakat adat tidak tergantung lagi dengan cukong, dan perusahaan. Masyarakat bisa berusaha sendiri dan bisa meminta harga yang mahal atas kayunya kalo mau dijual. Tapi ini perlu waktu 0-3 tahun, karena masyarakat harus sepakat bersama-sama, membuat lembaga adat atau koperasi dan selanjutnya dibuat kesepakatan bagaimana mengelola hutannya.

Besok paginya kami ngecek ke hutan adat yang udah dibuatkan jalannya oleh perusahan, kurang lebih 10 kilometer. Ya ampun men,..!! kayunya ma ujubileh...ojo buneng banyak betul, pohon2 merbau besar-besar dan rapet kali pula. Kalo otak ku pada waktu itu otak cukong,..ini duwit..duwit. .duwit....Apalagi jalan udah kebuka oleh perusahan, sungai cuman 5 kilometer dan bisa tongkang masuk dan siap angkat kayu-kayu.

Kalo ditanya kepada orang papua, kalo dia bilang--- sebentar---alamak itu diatas 2 jam---tapi kalo dia bilang --tempo--itu namnaya sebentar. Dan kalo dia bilang 2 jam, maka kita harus mengkalikan 3, begitu juga kalo dia bilang 5 kilo maka harus dikalikan 2, coba aja itung sendiri, bingung khan?

Petualangan sesungguhnya sudah dimulai, kami start jam 7 pagi, melakukan perjalanan menelusuri jalan logging..ternyata lebih berat daripada jalan di tenagh hutan, karena matahari rasanya ada 10 biji diatas, hampir 3 jam kami jalan, sungai yang kami harapkan dangkal ternyata banjir. Jalan satu-satunya ya menyebrang tapi bagimana? kalo biasanya disebrangi hanya setinggi lutut, saat ini sudah 2 meter tingginya, karena hujan di bagian hulu- Satu-satunya jalan cuman itu tidak ada pilihan lain. Maka kami tebang pohon dan mulai menyebrang dengan membawa pohon yang sudha dipotong sekitar 2 meter satu-satu. Arus sungai sangat deras---peralatan diletak di kepala, kurang lebih 1 jam kami melakukan penyebrangan karena sungainya hampir 500 meter lebarnya.

Di sebrang kali kami melanjutkan lagi mengikuti jalan logging sepanjang 40 kilometer untuk sampai di logpon dimana kayu-kayu masyarakat yang belum dibayar tapi sudah di angkut ke TPK. Kaki udah lemas banget,..makan tidak dibawa sok jago, karena menurut masyarat kalo sampai di camp perusahan tinggal minta aja, pasti di beri. Satu-satunya yang bisa mengganjal adalah minum air disungai yang ada ditepi jalan, tapi itupun mesti harus bawa kayu dulu, karena kadang2 1-2 ekor anakan buaya sering terlihat berjemur--logika aja kalo ada anaknya , pasti deh ada ibuanya---dan pa ayanya--.

Selama 3 hari kami bersama masyarakat melakukan pengecekan ke setiap lokasi tebang perushaan dan akhirnya selesai juga dan kami --menginap kembali ke Kampung Wormu---dilanjutkan jalan kaki ke Kampung Womba--- selanjutnya menyelusuri sungai kamundan ke bagian hulu ke Kampung Tahsimara--dan naik mobil 4WD ke Sorong. Terasa kembali ke peradaan lagi...

Laporan Perjalanan dari Papua (1)

Seorang anggota perkumpulan telapak telah melakukan perjalanan ke pedaman Papua. Berikut catatannya yang disampaikan dalam milis hayati.
Luar Biasa...
Menakjubkan. ...
Petualang Sejati....

  Wiuh...perjalanan yang sangat melelahkan, 3 hari hanya dalam perjalanan saja. 10 jam perjalanan menggunakan mobil 4WD dari ibukota Kabupaten Sorong menuju Kampung Thaksimara dan dilanjutkan ke Kampung Womba menggunakan Katinting selama 8 jam. Perjalanan menggunakan Katinting melewati sungai Kamundan yang membelah Kab. Maybrat sampai ke Laut.

Sungainya banyak jeram dan dangkal dan ini yang menjadi sangat menantang, kami kadang2 harus turun dari perahu untuk mendorong katinting mencari aliran yang dalam, padahal sungai kamundan banyak buayanya. Jadi kalo air udah sampai di pinggang sudah cepat-cepat naik kedalam perahu, takut-takut cuman KTP yang balik bukan kaminya.

Sepanjang sungai Kamundan, kami masih bisa menemukan kalong yang ribuan jumlahnya yang bertengger terbalik di pohon2 kayu susu yang berjejer di sepanjang sungai Kamundan, dan sesekali juga terlihat rusa yang berdiri sepanjang sungai. Mungkin kami aneh bagi mereka,..karena kawasan ini jarang sekali dimasuki oleh orang luar selain orang papua sendiri. Dan kalo mata kita tajam seperti elang, kita akan menemukan moncong dan beberapa buaya yang berjemur di atas kayu-kayu yang tumbang di sepajang sungai.

Dan kalo di saat2 kami istirahat untuk membetulkan mesin yang nyangkut oleh kayu di tengah sungai, terdengar sekali2 suara mambruk dan burung maleo memanggil pasanganya. Pemandanganya muatap re..di beberapa tempat kita disuguhi dinding-dinding batu yang menjulang tinggi, kaya di filemnya juratis park itu lo...

Dari Kampung Womba, kami jalan kaki menuju ke kampung Wormu selama 10 jam. Perjalanan yang berat, karena banyak lintahnya. Dan beberapa anak sungai yang mesti di lewati. Dan yang paling senang adalah kawasan ini masih perawan sekali, dimana kayu2 merbau sebesar gaban masih berdiri tegak, aku berpikir ini kalo telapak mau usaha comunity logging pas benar...atau yang lagi ngetren sekarang yaitu jual carbon. Wilayah ini belum tersentuh sama sekali oleh para cukong, luasnya sih kira 5-10 ribu ha. Kami sampai di kampung Wormu udah agak gelap dan di suguhi daging kaswari panggang dan juga dendeng buaya [tinggal pilih].

Kampung Wormu ada di tengah2 hutan belantara antara sungai Kamundan dan sungai Warigiar, praktis kalo mau ke kampung ini harus ikut kedua sungai ini. di bagian timur (sungai waragiar) ada perusahan yang masuk dan jalannya sudah dibuka sampai ke belakang kampung tapi masyarakat tidak setuju-karena jalan yang dibuat oleh perusahan hanya mengincar kayu-kayu merbabu mereka saja.

Sampai sekarang tidak ada satupun kayu merbau yang diambil oleh perusahan di sekitar kampung yang jumlahnya mungkin 1000 pohon, perusahan hanya berani mengambil di bagian sungai yang lain yaitu diantara sungai warigiar dan sungai Nyan.Kawasan ini masuk dalam wilayah adat Syhwa (teman2 Teddy Kosamah, daniel dan david) yang juga cukup kenal dengan teman2 Telapak.

Cerita La Ode Ota Soal Kasus Kontu

La Ode Ota, Ketua Perkumpulan SWAMI Sulawesi Tenggara kembali membeberkan kasus kontu yang menurutnya sangat tidak mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten Muna. Berikut laporan pandangan matanya.

Pada akhir bulan 2009, saya bertemu dengan 6 orang kawan-kawan DPRD sulawesi tenggara (antara lain atas nama BULA, YANI, dan lainnya) semuanya menjadi anggota komisi yang sama dan salah satu tugas mereka tentang Agraria dan PSDA di Kapal super jet perjalanan bau-bau-kendari.

Saat itu, mereka bertanya dan meminta kepada saya, kira-kira apa yang harus di programkan di Komisi mereka yang dapat dikerjakan secara bersama-sama LSM sulawesi Tenggara? Maksudnya, karena kawan-kawan anggota DPRD sultra tersebut selama ini selalu bergaul rapat dengan aktifit lsm, sehingga pertanyaan tersebut disampaikan kepada saya.

Saat itu saya menyampaikan kepada bahwa kawan-kawan perlu memprogramkan hal-hal yang strategis, seperti revisi tata Ruang wilayah sultra yang ditetapkan berdasarkan Kepmenhut 454 tahun 1999 tentang kawasan hutan dan laut sulawesi tenggara.

Dan Kepmenhut tersebut, yang selama ini banyak menyita tenaga dan energi kawan-kawan LSM di sulawesi tenggara, karena keberadaannya terus menimbulkan protes masyarakat dan konflik sosial, politik, ekonomi di sulawesi tenggara.

Aku berikan contoh, seperti terjadinya, kasus kekerasan terhadap wilayah dan masyarakat Kontu dan UPT Wuna di kabupaten Muna, Masyarakat Morornene di TN Rawaaopa, Kasus PT PN XIV di asera-Konawe utara, HPH Insixta, Kasus penambangan emas di Bombana, Kasus Ladongi-Kolaka, Tahura-Kota kendari, dan lainnya.

Karena, ketua komisinya berasal dari PAN Saya memberikan argumentasi bahwa kalau kawan-kawan anggota DPRD Sultra pastilah berbagai kepentingan akan termediasi, seperti, SKPD terkait, perguruan tinggi, LSM, masyarakat, pasti akan memberikan dukungan terhadap itu. Bahkan Gubernur Sultra akan tertarik, karena kepentingan terhadap investasi yang selama ini Gubernur urus, pastilah akan terselesaikan di program tersebut (maksudnya Revisi RTRW Sultra).

Semua kawan-kawan anggota DPRD Sultra tersebut merespon dan bahkan meminta agar kawan-kawan LSM membantu dan dukungan. Sayapun mengiyakan. Kemudian sehari setelah itu (akhir Desember 2009), saya sampaikan kepada ED WALHI Sulawesi Tenggara tentang hal tersebut dan siap-siap untuk menyiapkan konsep, strategi dan menggalang jaringan pada level LSM sultra untuk memanfaatkan peluang program tersebut agar mempermudah dan menjadi alternatif peluang penyelesaian gerakan sosial, terutama memasukan wilayah-wilayah konflik yang kita dampingi selama ini seperti Kasus KONTU dan wilayah UPT Wuna di kabupaten Muna di masukkan menjadi bagian dari usulan Revisi RTRW Sultra tersebut untuk diajukan ke Menteri di Jakarta.

Eeeh, tau-tau, ternyata bpk "IL" Cs (staf ahli Gubernur Sultra ) sebagai pihak yang dipercayakan untuk membuat draft dan mengkosolidasikan gagasan tersebut, diketahui tidak memasukan kawasan KONTU dan UPT Wuna di Kabupaten Muna sebagai usulan untuk dilakukan peninjauan kawasan.

Bahkan, SWAMI mendengar bahwa yang dimasukan dan diusulkan Pemkab Muna hanyalah kawasan Perkantoran Pemkab Muna yang masih dalam satu garis sepandan dan satu kawasan dengan KONTU.

Dari apa yang dilakukan kawan-kawan di Kendari antara WALHI Sultra,Yascita, dll adalah merupakan tindak lanjut dari gagasan awal tersebut, untuk mendiskusikannya pada jaringan LSM sultra agar mengontrol draft dan konsep Pemerintah Provinsi Sultra agar kawan-kawan memasukan lokasi dampingan yang selama ini didampingi, sekaligus mempublikasikannya sehingga prosessnya dilakukan secara terbuka dan partisipatif.

Karena, ketidakjelasana dan ketidakberpihakan atas proses dan konsep RTRW sultra yang dibuat, dan sesungguhnya awal Gagasannya berasal dari saya (LSM), maka kami SWAMI sebagai anggota WALHI Sultra akan memberikan respon public (aksi masa) sebagai media kepada kawan-kawan LSM dan pemerintah agar Revisi RTRW Sultra berdasarkan Kepmenhut 454 thn 1999 ini bisa menjadi alternatif penyelesaian konflik PSDA dan Agraria yang konprehensif di Sultra.

Kami hanya, minta dukungan moral saja, tidak kepada yang lain. Toh juga tidak mendukung juga tidak apa-apa, bos. karena memang kasus KONTU dan UPT Wuna secara kelembagaan SWAMI menjadi pekerjaan rutin yang sudah begitu panjang dan cukup berdarah-darah.