SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Kamis, 14 Januari 2010

Pengelolaan Hutan ala Bualemo


Warga masyarakat Desa Bualemo, Kawasan teluk Kwandang Provinsi Gorontalo, telah melakukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Model PSDHBM ini terbukti efektif menyelamatkan hutan dari berbagai kegiatan deforestasi.

Dari wilayah seluas itu, luas pemukiman hanya 406,5 ha yang ditempati oleh sebanyak 342 rumah dengan jumlah penduduk sebanyak 1.528 jiwa. Mata pencaharian penduduk adalah berladang, membuat gula aren dan sebagian kecil menjadi buruh hutan.

Dengan kondisi tersebut, maka outcome yang akan dicapai melalui program PSDHBM yang telah disupport dari SCF (Sulawesi Community Foundation), adalah adanya Dukungan Kebijakan dan Kesiapan Aparatur Daerah Di Gorontalo Utara terhadap Implementasi Kebijakan Pemberdayaan masyarakat dalam Pengelolaan Hutan.

"Selain itu, juga penguatan kelembagaan Kelompok Tani Hulu Hilir Mandirinya Kelembagaan Ekonomi masyarakat," jelas Hais.

Pembelajaran
Hais mengatakan, sosialisasi HKm telah dilakukan kepada masyarakat lain selain masyarakat Desa Bualemo. "Pola pendekatan yang dilakukan harus lebih variatif dan intensif dalam melakukan intervensi terhadap pemerintah baik dari tingkat desa sampai Kabupaten," sambungnya.

Negosiasi dilakukan lebih intensif, dengan melakukan proses pendekatan kepada BUPATI terpilih dan Ketua DPRD. Pendekatan yang dilakukan dengan tidak melibatkan personil KKIP yang terlibat dalam pencalonan diri menjadi Caleg salah satu partai. Hal ini dilakukan karena sampai saat ini KKIP dilihat tidak murni melakukan pemberdayaan.

Personal Kepala Desa yang baru terpilih, menunjukan sikap yang tidak senang terhadap berbagai macam kegiatan kelompok walaupun pada dasarnya kegiatan itu sangat menguntungkan masyarakat baik yang tergabung dalam kelompok maupun masyarakat bualemo pada umumnya.

Sikap tidak senang tersebut ditunjukan dengan pernyataan-pernyataan yang selalu mendiskreditkan Kelompok, KKIP, serta Dinas Kehutanan yang selama ini melakukan kegiatan di Desa Bualemo sebelum masa pemerintahannya sampai dengan sekarang.

Disamping Pemerintah Desa menunjukan sikap yang tidak mendukung proses pengajuan izin HKm. Pihak Pemerintah Kecamatan dan beberapa anggota DPRD telah membuat manufer yang merupakan janji Politik akan melakukan pembebasan terhadap lahan-lahan masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan bualemo,  hal ini telah menunjukan pro dan kontra di kalangan masyaraka  yang tergabung didalam kelompok dan warga yang diluar kelompok.

Faktor selanjutnya yakni dengan berbagai kegiatan yang dilakukan bersama dengan kelompok-kelompok masyarakat dalam memperoleh perizinan HKm yang difasilitasi oleh KKIP, dilakukan pada saat situasi politik yang sangat panas dimana pada Oktober  2008 – Desember  2008 terjadi perhelatan panas Penyelenggaraan PILKADA Kabupaten Gorontalo Utara, yang seterusnya disambung dengan kompetisi politik pemilihan umum legislative pada bulan april 2009. Berdasarkan Tabulasi Politik Tim Pemenangan Bupati Terpilih diman Desa Bualemo terindikasi pada hasil suara pemilihan Bupati  2008 tidak mendukung Bupati terpilih yang berasal dari partai tertentu

Situasi Politik dengan hasil perolehan suara Pasca Pilegislatif, yang tidak menguntungkan posisi Bualemo. Sehingga Ketua DPRD sekarang yang berasal dari Partai yang sama menaruh perhatian khusus secara politis ke Desa Bualemo.

Dengan situasi dan kondisi Politik diatas berakibat pada proses pengajuan izin HKm oleh sebagian kelompok masyarakat tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, beberapa pihak mencoba menghalangi dengan peran dan keberadaan kapasitasnya masing-masing. (s.darampa)

Gula Aren Jadi Gula Semut di Tumohon



KEKER, sebuah LSM yang ada di Gorontalo, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Tumohon Gorontalo, dengan support dari Sulawesi Community Foundation (SCF) menginisiasi pengelolaan gula aren semut di Kelurahan Rurukan dan Rurukan I.

“Selain itu, tujuan yang lain adalah terehabilitasinya daerah-daerah resapan air yang kritis di wilayah kedua kelurahan tersebut, dan yang tak kalah pentingnya adalah tebentuknya jaringan belajar bersama di 3 kelurahan yang menjadi site program,” jelas Jefri Polii, Direktur Eksekutif KEKER.

Menurtunya, dari tujuan tersebut akhirnya telah terbentuk 2 kelompok tani  Esa Toroan dan Idola yang berfungsi untuk mengumpulkan dan memasarkan gula. Saat ini dlm proses pengurusan akte Koperasi.

“Dari target yang ingin dicapai seluas 50 ha, yang tercapai  saat ini baru 6 ha, dan ke depan, kita akan terus bekerja mewujudkan target tersebut,” lanjutnya
Selain itu, juga sudah terbentuk organisasi JARKAM (Jaringan Kampung) DAS Tondano, dimana  anggota JARKAM ini telah terfasilitasi sebanyak 40 desa dan kelurahan.

Oleh karena itu, dari proses-proses dan mimpi yang mau dicapai seperti yang tersebut diatas, maka saat ini kita tengah melakukan sejumlah penguatan, diantaranya adala pengurusan ijin Produksi Gula ke Departemen Kesehatan, menegosiasikan kembali bentuk dukungan dari Pemerintah Kota untuk rehabilitasi daerah kritis dengan pohon aren.

“Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam di 3 Kelurahan, pemetaan partisipatif, dan usaha lebah madu,” kunci Jefry. (s.darampa)

Muna Mekar, Menakar Kebudayaan Wuna


Kabupaten Muna, setelah sebagian wilayah adminis-trasinya dimekar- kan ke dalam Kabupaten Buton Utara, kini kabupaten kepulauan tersebut kembali mekar menjadi dua kabupaten dan satu kota. Yakni, kabupaten induk (Kabupaten Muna sendiri), Kabupaten Muna Barat, dan Kota Raha.

Keunggulan Kabupaten Muna masih ditunjang dengan berbagai sumber daya alam, seperti areal persawahan sekitar 1.400 hektar, disupport dengan berbagai infra struktur lainnya. Sementara keunggulan kabupaten baru ini, Kabupaten Muna Barat, yaitu terletak pada sumber daya kelautan dan pesisir.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemkab Muna, Lakusa, di Makassar mengatakan, kekayaan bawah laut dengan keragaman speciesnya lebih kaya dari Wakatobi. Menurutnya, kalau Wakatobi jenis species bawah lautnya hanya sekitar 1.500-an jenis, sementara di Selat Muna (yang mengapit antara Kepulauan Muna dengan daratan besar pesisisir selatan Sulawesi Tenggara) sedikitnya terpendam 2.000-an species.

“Keragaman ini belum termasuk populasi ikan yang melimpah ruah, makanya nelayan-nelayan dari Teluk Bone (Sulawesi Selatan pesisir timur dan selatan) juga melayari kawasan ini,” ungkap Lakusa.
Hal ini dimungkinkan, Lakusa menerangkan, karena di Selat Muna itu, terdapat arus yang keras, utamanya pada musim-musim tertentu, dan seperti diketahui tempat bersarangnya  ikan-ikan samudra adalah arus yang keras.

Jadi di seluruh perairan Sulawesi ini, termasuk Selat Banda (Maluku), maka Selat Muna yang paling besar ‘daya tampungnya’. “Perairan ini adalah gudang ikan Indonesia Timur,” lanjutnya, sambil menyayangkan bahwa Selat Muna belum banyak dikenal orang, termasuk nelayan, sebagai kekayaan terbesar ekosistem laut nusantara. 

Bidang lain keunggulan Muna Barat, adalah kota pelabuhan Tondasi yang strategis, yang mengubungkan kepulauan Kabaena dan Sulawesi Selatan. “Saat ini pelayaran Kapal Fery rute Muna-Sinjai  dan Bulukumba (Sulsel) dua kali dalam sepekan,” tegas Lakusa.

Selain aset perairan yang melimpah, Muna Barat juga memiliki bandara, dimana bandara yang telah dibangun oleh Bupati Muna Ridwan BAE, masuk ke dalam wilayah administrasi Muna Barat. Jika nantinya ini setelah mekar, Lakusa berkeyakinan, bahwa bandara ini akan dibenahi secara semaksimal.

“Bandara ini nantinya akan melayani penerbangan rute Muna – Makassar, tentu dengan pesawat berbadan kecil,” jelasnya.  Menurutnya, dengan maksimalnya pelayanan bandara ini nantinya, Muna secara keseluruhan dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Karena selama ini, untuk mencapai Muna, utamanya arus kedatangan dari Makassar atau Sulawesi Selatan, harus menemui rute yang panjang, misalnya dari Kendari baru ke Muna melaui laut. Tapi yang lebih sulit adalah kalau menggunakan rute laut, misalnya dari Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, dengan menggunakan Pelni atau kapal barang, hanya transit di Kota Bau-Bau, setelah itu barulah menggunakan kapal cepat ke Kota Raha (ibukota Muna).

Atau jalur laut Bajoe (Bone-Sulsel), lalu naik fery ke Kolaka (Sultra) lalu naik darat lagi, ke Torobulu (Kab.Konsel) dengan menggunakan fery ke Raha, atau dari Kolaka langsung ke Kota Kendari lalu ke Raha dengan kapal cepat.

Sedikit yang lebih gampang dan mudah, adalah pelayaran dari pelabuhan Kabupaten Bulukumba atau Kabupaten Sinjai (Sulsel) lalu naik fery langsung ke Tondasi (Muna Barat). “Rute ini hanya ditempuh 8 – 12 jam), sama waktu tempuh antara Bajoe – Kolaka,” jelas Lakusa.

Jalur ini lebih memiliki prospek cemerlang dimasa mendatang, karena jalur pelayaran ini, adalah rute dagang langsung dari Makassar jalan darat ke Bulukumba dengan waktu  tempuh 5 – 6 jam.  Mobil-mobil kelas berat, atau 10 roda yang memuat peti kemas tidak mengalami kesulitan pengangkutan karena jalan datar (tidak ada tanjakan terjal dan tikungan curam) antara Makassar dengan Bulukumba, sehingga segala barang gelondongan, dapat langsung naik kapal dan diterima di Muna dalam keadaan tanpa bongkar.

Kota Wisata Dunia
Dalam catatan ProFiles, perkembangan pariwisata Sulawesi Tenggara dalam 5 tahun terakhir terus mengalami grafik menanjak. Hal ini dipicu selain karena memang potensi sumber daya alam propinsi itu yang mulai tersosialisasikan, juga karena dorongan kebijakan dari masing-masing pemerintah local, sehingga tak mengherankan jika sejumlah event-event berskala internasional dapat digelar disana, misalnya Festival Layang-Layang di Muna dan Festival Sastra Lisan di Wakatobi. Belum lagi kegiatan kebudayaan lainnya dalam skala regional atau pun local (tingkat propinsi).

Dalam skala propinsi Sulawesi Tenggara, Lakusa mengakui, potensi sumberdaya alam yang paling minim adalah Muna, kecuali ekosistem hutan jatinya sudah menjadi merek internasional.

Juga dalam silang jalur perdagangan local, misalnya antara Kendari dengan Bau-bau (Buton). Pada jalur ini, Muna nyaris tidak dapat memungut jasa transit, karena jarak antara Muna dengan Bau-bau sangat dekat, maka jasa kota singgah tidak dapat diandalkan, begitu juga dengan angkutan barang, sehingga hotel-hotel yang ada di Kota Raha tidak mengandalkan pendapatannya dari lalu lintas laut itu.

Untuk itu, katanya, Muna (termasuk Raha dan Muna Barat) harus memproteksi diri, harus jeli melihat kondisi yang tidak menguntungkan itu. Sebab dengan melihat kelemahan ini, maka tentu ada pilihan-pilihan lain yang harus dilakukan oleh semua orang Muna.

Pilihan itu misalnya, bagaimana Muna (dalam keseluruhannya) mencanangkan sebagai daerah tujuan utama, apakah dalam konteksi wisata, ataupun sebagai tujuan utama perdagangan / bisnis. Khusus untuk tujuan utama wisata, maka hal ini sangat memungkinkan. Hal itu dapat dilihat dari sudut obyek wisata alam yang sangat banyak, dan cenderung tidak terdapat di tempat-tempat lain di Indonesia ataupun di kabupaten lain di Sulawesi Tenggara.

Lakusa menilai untuk memulai gerakan kebudayaan dan membangun apresiasi masyarakat Muna terhadap kebudayaan local, kebudayaan temurun-temurun, maka harus mendapat dukungan, minimal dukungan kebijakan dan politik dari Pemkab Muna sendiri.  Jika hal ini dapat segera dilakukan, maka pendidikan-pendidikan rakyat tentang kearifan lokalnya, tentang kesenian, tentang cerita dan mitos, tentang tarian-tarian, dan tentang sastra purba.

“Semuanya itu harus digali, kemudian diapresiasikan kembali. Dan untuk melakukan ini adalah membangun sekolah-sekolah kebudayaan di berbagai kampung dan komunitas yang ada di Muna,” katanya, seraya menambahkan bahwa sekolah yang dimaksud disini adalah bagaimana masyarakat adat dapat belajar dari proses berinteraksi dengan alamnya, berinteraksi dengan kultur positif yang menjadi identitas Muna.

Jika hal itu berproses terus, maka selanjutnya adalah bagaimana menguatkan kelembagaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam yang nantinya diarahkan pada aspek pengembangan wisata alam.

Sebab dengan obyek-obyek wisata yang cukup banyak di Muna, maka diprediksi inilah jalan atau cara untuk lebih memperkuat identitas Muna ke depan. “Tentu harapan ini adalah harapan bagi semua orang dan elemen-elemen Muna,” kuncinya. (s.darampa

Pentas Bambu Gila


SELAIN terkenal dengan kekayaan panorama alamnya, daerah Maluku juga   banyak menyimpan potensi di bidang kesenian.  Keanekaragaman seni hasil warisan leluhur di daerah ini, kini telah menjadi ikon bagi pengembangan kebudayaan dan  pariwisata di daerah berjuluk tanah raja-raja ini.
   Kasus lagu “Rasa Sayang” yang pernah diklaim bangsa Malaysia  dan  sempat  membuat heboh dunia internasional, setidaknya telah menjadi bukti keragaman  budaya  orang Maluku.  Kini satu per satu seni unggulan  itu,  terus diangkat menjadi sebuah suguhan menarik dalam berbagai even, baik lokal maupun nasional, sekaligus sebagai upaya  mengabadikan warisan para leluhur.
   Satu diantara kesenian tradisional khas Maluku yang paling antik adalah tari  “Bulu Gila” atau kerap disebut tari “Bambu Gila”. 
    Tarian tradisional asal Maluku ini,  beberapa waktu lalu terpilih sebagai materi utama bagi Tim Kesenian Maluku dalam Festival Tradisional Tari Tradisi Indonesia Tahun 2008 yang berlangsung tanggal 4-8 Juni lalu di Jakarta Convention Center (JCC). 
   Tim Kesenian Maluku tersebut  diwakili seniman tari dan musik kota Ambon. Mereka terdiri dari  46 orang  yang dipimpin langsung oleh kepala Subdin Kesenian Diknas Provinsi Maluku, Dra. Ny. R.M. Siahailatua. 
   Seperti apa tarian “bulu gila” ini?    
Tarian ini  konon berasal dari permainan rakyat Maluku Tengah sejak jaman dulu yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi hingga kini.


Simak lebih lengkap beritanya di Majalah ProFiles,... (syarafudin pattisahusiwa/ ProFiles)

Tradisi Ekstrim Suku Naulu


RITUAL masyarakat adat di tanah Maluku banyak yang menarik  untuk disimak. Selain unik karena sukar ditemukan di daerah lain, prosesi ritual adat itu masih terus dilestarikan generasi masyarakat  adat  hingga datangnya jaman yang serba modern ini.
  Dari sekian banyak tradisi masyarakat adat di Maluku, ternyata ada tradisi masyarakat adat yang terbilang paling enah dan  menggerihkan. Saking ngerihnya akhirnya dilarang, lantaran berlawanan dengan hukum.
   ProFiles mengangkat dua tradisi yang dilakoni masyarakat suku Naulu di Pulau Seram, Provinsi Maluku. Suku terasing di pedalaman Pulau Seram ini memiliki  tradisi yang unik. Yang satunya terpaksa dilarang karena terbilang cukup sadis, satunya lagi masih terus terjaga. Dua tradisi itu adalah tradisi memanggal  kepala manusia untuk persembahan kepada  rumah adat dan tradisi pengasingan  perempuan hamil dan gadis yang memasuki datang bulan di gubuk kecil. 
Persembahan Kepala Manusia
Tradisi memanggal kepala manusia Suku Naulu sudah tidak ditemukan lagi, setelah dilarang pasca kejadian pembunuhan bermotif persembahan kepada rumah adat suku tersebut bulan Juli tahun 2005 silam. Sedangkan tradisi pengasingan perempuan hamil, hingga kini masih terus dilakukan.

Simak lebih lengkap beritanya di Majalah ProFiles,... (syarafudin pattisahusiwa/ ProFiles)

Lokakarya Penjajakan WaKIL


Kalau tak aral melintang, Yayasan WaKIL dengan dukungan dari ACCESS-AusAID akan menggelar lokakarya penjajakan penyusunan rencana aksi pelaksanaan agenda kabupaten (PAK) Gowa.

Tujuan dari lokakarya ini, adalah melakukan ferivikasi data dan informasi temuan hasil penjajakan lapangan oleh tim fasilitator organisasi pelaksana dengan berbagai elemen masyarakat, misalnya dari warga penerima dampak, calon mitra langsung WaKIL, mitra strategis, dll.

Melakukan perumusan penyusunan  visi, misi, perubahan utama, penanda kemajuan dan peta strategis untuk rencana aksi bersama organisasi pelaksana dengan berbagai elemen masyarakat.  Dan membangun agenda-agenda bersama dengan elemen masyarakat didalam mendorong pengelolaan pemerintahan desa yang partisipatif di Kabupaten Gowa.
Kegiatan ini akan dilaksana, hari Selasa, Tanggal 19 Januari 2010, mulai pukul 09.00 WITA pagi,  bertempat di Aula Kantor Bappeda Kabupaten Gowa, Jln Tumanrung Kota Sungguminasa, Sulawesi Selatan.

Direktur Eksekut WaKIL, Kaharuddin Muji mengatakan, lokakarya ini adalah rangkaian dari aksi penjajakan untuk rencana aksi perencanaan partisipatif dalam penyusunan RPJMDes Kabupaten Gowa.

“Harapan saya, agar seluruh rangkaian penjajakan yang diagendakan sampai akhir Januari ini dapat berjalan sesuai mimpi kita semua,” urainya. (s.darampa)

Training OM bagi Gowa - Takalar




Setelah ACCESS-AusAid melakukan implementasi program di Kabupaten Bantaeng dan Jeneponto, maka kini ACCESS akan melebarkan programnya di dua kabupaten tambahan, yakni Kabupaten Gowa dan Takalar Sulawesi Selatan.

Sebelum implementasi program beberapa tahapan yang harus dilalui oleh calon mitra langsung ACCESS diantaranya adalah orientasi outcome mapping. OM ini adalah salah satu metode learning bagi masyarakat atau komunitas.

Lanjutan training OM ini adalah penjajakan, dan bagi LSM atau calon mitra langsung ACCESS di dua kabupaten tersebut diberi waktu sekitar satu bulan, selama Januari 2010, untuk melakukan penjajakan, atau training need assessment sesuai isu atau tematik yang diusung oleh 11 LSM dari dua kabupaten tersebut.

Koordinator Propinsi (Koordprop) ACCESS Sulawesi Selatan, Sartono, yang akrab dipanggil Pak De, mengungkapkan, orientasi OM ini adalah keharusan bagi calon-calon mitra ACCESS. Karena tools ini memuat berbagai metodologi yang berorientasi partisipatif.

“ACCESS telah mensyaratkan GSI (gender social inclusive) dan TKLD (tata kelola local demokratif) sebagai prinsip-prinsip dalam mendorong berbagai isu-isu program di masyarakat. Misalnya setip proses yang dilaksanakan secara kuantitas harus meanstreaming gender 50 : 50,” kata Pak De.

Menurutnya, 50 : 50 (perbandingan prosentase 50 persen perempuan dan 50 persen laki-laki) adalah upaya nyata untuk mendorong secara aktiv perempuan-perempuan dalam berbagai profesi dan level ikut terlibat secara langsung.

Tetapi yang lebih penting dari prosentase 50 : 50, adalah bagaimana perempuan, orang-orang miskin dan kaum terpinggirkan, merupakan actor utama dalam setiap proses atau aktivitas yang berjalan. “Jadi intinya bukan saja mereka terlibat secara fisik, tetapi jauh lebih diimpikan adalah terjadi perubahan perilaku positif bagi perempuan, orang-orang miskin dan kelompok terpinggirkan,”  ungkapnya.

Diakuinya, selama ini, perempuan diposisikan sekadar pelengkap dari setiap isu-isu strategi dan perencanaan-perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.  “Jadi melalui program ini, maka ACCESS memiliki tanggungjawab moral untuk pemberdayaan perempuan lebih nyata,”  sambungnya.

ACCESS – AusAID di Sulsel diperkuat sejumlah fasilitator, selain Sartono, Juju, Ratna Arasy, Sari,  dan beberapa personil admin. (s.darampa)

Minggu, 10 Januari 2010

Pabrik Kertas Berbahan Baku dari Jagung


Direktur PT Panua Lestari Pahuwato, Dahlan Usman SE mengungkapkan, sejak diminta menangani BUMND Gorontalo, pihaknya langsung mendesaign system manajemen yang akan dikembangkannya ke depan.

“Prioritas kami memang langsug pada pengembangan agribisnis, selain karena alasan rencana strategi pembangunan jangka pajang da menengah propinsi Gorontalo, juga karena potensi propinsi yang strategis di dalam pengembangan agribisnis,” ungkapya.

Hal itu terjadi, karena selain karena tofografinya, juga system jalur perdagangan trans daratnya yang berbatasan dengan Sulawesi Tenggah ataupun dari arah Sulawesi Utara.

Selain dukungan  trans darat, juga support prasarana lautnya, seperti pelabuhan yang langsung menguhubungkan selat Makassar di sebelah barat, maupun akses Asia seperti China dan Philipina dengan Selat Banda atau Laut Sulawesi di sebelah timur.

Dahlan juga mengungkapkan, selain kemampuan ekspor jagung secara permanen ke sejumlah negara di Asia, disamping pemenuhan stok jagung nasional, kini tengah dikembangkan teknologi pemanfaatan pasca limbah jagug.

“Limbah-limbah jagung hasil sortiran untuk bahan baku ekspor akhirnya tidak dibuang percuma seperti yang dulu,jadi limbah tersebut akan diolah untuk bahan baku kertas,” ungkap Dahlan.
Dengan hadirnya pabrik kertas tersebut, maka semakin menambah devisa Propinsi Gorontalo dan secara nasional semakin membantu pengadaan kebutuhan kertas dalam negeri.

Diakui Dahlan, teknologi pembangunan pabrik kertas berbahan baku limbah jagung masih tergolong baru di Indonesia, karena selama ini bahan baku kertas biasanya menggunakan serbuk kayu dari hutan alam tropis Indonesia.

“Jadi kehadiran teknologi ini sangat membantu industri kertas Indonesia,” kunci Dahlan. (s.darampa)

SALU RANTE, Tanah Eksotik Warisan Sawerigading


Luwu Utara adalah negeri peninggalan Sawerigading yang kaya akan potensi alam. Utamanya ekosistem hutan primer, dan agricultrue, seperti alvokat, ataupun jenis padi-padian.

Diantara desa-desa dan pedukuhan yang sejuk itu, terdapat sebuah perkampungan yang paling ujung dari Kecamatan Limbong, yakni Salu Rante, yang artinya kampung yang terkepung sungai.

Mencapai Salu Rante, membutuhkan waktu tempuh sekitar 6 hingga 8 jam dari Sabbang atau Masamba, ibukota Kabupaten Luwu Utara.

Gunung,… bukit dan lembah mengapit kirin-kanan.  Jalan berbatu dan berliku, adalah pemandangan yang tak lazim ketika melewati sejumlah perkampungan menuju Rongkong.

Setelah terantuk-antuk di atas motor selama 8 jam lebih dengan mengambil star di Masamba, Ibukota Kabupaten Luwu Utara – Sulawesi Selatan, tibalah rombongan di ibukota kecamatan Limbong.

Kelompok-kelompok rumah terlihat seperti korek api dari bukit yang mengampit lembah hijau ini. Tempat terindah menikmati pemandangan sambil melepas penat.
Perjalanan pun kami lanjutkan,… 

Satu jam kemudian, akhirnya kami tiba di kampung Salu Rante. Pedukuhan yang eksekotik dan menawan.

Bukit di belakang, depan dan samping kanan lembah adalah dinding alam yang lestari sepanjang masa. Bukit itu dinamai Paramiang, yang artinya sumber air.

Disamping kanan, sungai Rongkong mengalir deras diantara batu-batu cadas dan tebing-tebing batu alam.

Esok paginya, setelah semalam tertidur pulas….

Seperti biasanya, penduduk Salu Rante memulai aktivitasnya, ada yang pergi ke sawah, ke hutan, atau pun ke kota untuk belanja kebutuhan sehari-hari, dan anak-anak pun ke sekolah dengan jalan kaki.

Saat ini, warga Salu Rante siap-siap panen. Padi  mulai menguning, pertanda musim panen segera tiba.

Pedukuhan yang dihuni 30 kepala keluarga ini menempati lembah salu rante dengan luas 25 hektar, dengan 26 buah rumah, 1 tempat ibadah, dan 50 buah lumbung padi.

Kalotok ; Centra Madu Alam Indonesia


Kelestarian hutan alam bukan hanya berpengaruh langsung terhadap kelangsungan dan kelanggengan bumi Indonesia, malah lebih dari itu, juga berpengaruh kuat terhadap akses ekonomi terhadap masyarakat yang hidup di sekitar hutan-hutan alam.

Salah satu bukti kelanggengan dan masih lestarinya hutan alam Indonesia adalah wilayah adat Kalotok, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan.

Sebagian besar warga Kalotok masih mengandalkan penghasilan bulanannya adalah berburu lebah madu alam (apis dorsata) ke dalam kawasan hutan adat dan hutan lindung yang masih terjaga kelestariannya.

“Jika musim bunga, --dimana bunga pada pohon-pohon di dalam rimba sudah mekar, maka pertanda lebah lagi membuat sarang-sarang pada dahan atau ranting pohon, dan disaat seperti itu, warga tengah bersiap-siap untuk berburu di dalam hutan,” jelas Jalisman, Ketua Kelompok Pengembangan Lebah Madu Alam Kalotok.

Jalisman yang juga anggota Perkumpulan Telapak, --organisasi nirlaba Internasional, mengakui kalau produksi madu masyarakat Kalotok sangat berlimpah, malah kelompok binaannya yang masih terbatas pendanaannya tidak mampu menampung produksi petani lebah madu.

Akibatnya, panen madu lebah tersebut terpaksa dilepas ke pasar bebas, dijual secara eceran. Dia juga mengakui, system penjualan seperti ini tidak banyak menolong petani lebah.

Selain masih kekurangan modal kelompok, Jalisman yang bergabung dengan organisasi JMHI (Jaringan Madu Hutan Indonesia) juga mengakui belum punya pangsa pasar yang tetap. “Sampai saat ini, belum ada perusahaan besar, atau mall, atau pusat perbelanjaan yang memesan langsung ke kami,” katanya.

Olehnya dia berharap, agar jaringan pasar madu alam miliknya mendapat respon positif dari berbagai kalangan, termasuk industri. “Dalam sebulan kami bisa memproduksi minimal satu ton madu alam. Cuma selama ini, kami sengaja tidak menampungnya di kelompok kami, karena produksi tersebut pasti mengendap dan rusak akibat belum adanya pemesanan regular,” katanya.

Di dalam memperkuat mutu produksinya, Jalisman pun memiliki motto, “menggunakan madu alam Kalotok, berarti berpartisipasi langsung terhadap kelestarian hutan alam Luwu Utara”.

Dengan semangat ini, berarti menjadikan Kalotok sebagai sentra pengembangan lebah madu alam Indonesia.


Asli dari Alam
Banyaknya beredar madu alam asli tapi palsu di pasaran regional, termasuk di kota-kota propinsi di Indonesia, membuat Unsar, --pendamping petani madu alam dari Perkumpulan Bumi Saweringan (PBS) memperkuat dan membentuk organisasi petani lebah madu alam.
Tujuannya, menjaga kualitas mutu madu yang betul-betul dari alam (apis dorsata) agar tidak tercampur dengan gula atau zat pewarna lain, mempertahankan kadar airnya.

“Saat ini di Luwu Utara terbentuk 26 kelompok tani madu dari berbagai kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di sekitar hutan,” kata Unsar.

Ia mengakui, untuk memperkuat posisi kelompok ini, pihaknya mengadakan kerjasama dengan pemerintah Luwu Utara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Dengan dinas ini, sudah beberapa kali mengadakan pelatihan kelompok tani, malah dalam tahun ini, Bupati Luwu Utara berjanji akan memberikan modal bantuan kelompok.

Selain kerjasama dengan Pemkab setempat, Unsar juga sering menyertai petani ke beberapa propinsi di Indonesia, baik dalam rangka pertemuan regular organisasi Jaringan Madu Hutan Indonesia, pelatihan, training kualitas mutu, hingga pada pengadaan peralatan teknis uji kualitas air.

Dan salah satu dampak ekonomi terhadap system kunjungan belajar ini adalah terbentuknya beberapa kelompok tani madu, yang dilengkapi sejumlah peralatan pengelolaan madu.

Unsar yang aktivis LSM ini mengakui, bahwa tujuan jangka panjang dengan menggiatkan jaringan petani madu alam Indonesia ini adalah adanya konservasi hutan lewat pengelolaan madu lebah hutan, melestarikan lebah hutan, meningkatkan ekonomi masyarakat, serta mengelola madu lebah hutan secara lestari dan higenis.  (s.darampa)

Indahnya Laut Sagori



Pesona objek wisata di kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, tidak kalah menarik dengan daerah lain di Indonesia. Salah satu objek wisata itu adalah Pulau Sagori. Pasir putih di tempat ini begitu memesona. Deburan ombak, serta kekayaan laut yang dimilikinya menjadi surga bagi wisatawan yang datang ke tempat itu. Karena itu sangat beralasan jika Bupati Bombana sangat optimistis, Pulau Sagori nantinya akan banyak dikunjungi wisatawan dunia.
   
Kawasan Wisata Bahari Sagori ini terletak di  bagian timur kota Bombana. Untuk ketempat ini membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan menggunakan kapal superjet, tetapi jika berangkat dari Sikeli, Kecematan Kabaena Barat, hanya di tempuh kurang lebih 20 menit saja.

Eloknya hamparan pasir putih Pulau Sagori serta indahnya terumbu karang dan beragamnya biota laut tentu menjadi incaran para penggemar diving. Karena itu pula, Pemerintah Kabupaten Bombana gencar mempromosikan potensi wisata ini ke luar daerah.

 “Pemkab Bombana tidak pernah berhenti mempromosikan Sagori ke luar daerah. Tujuannya agar wisatawan datang ke kawasan ini. Kami memang berharap, tidak hanya wisatawan local yang datang, tetapi juga wisatawan asing,” tutur Bupati Bombana, Dr H Atikurahman MS.

Diakui Atikurahman, pihaknya masih terus berupaya membuat objek Wisata Sagori lebih menarik dengan melibatkan masyarakat setempat. Dan terbukti, masyarakat setempat secara swadaya ikut menata kawasan ini dengan menanam pohon pelindung, dengan harapan setiap pengunjung lebih betah menikmati indahnya pulau ini.

Meski sarana dan prasarana wisata  di Sagori tidak selengkap objek wisata lain di Indonesia, namun pulau yang memesona ini memiliki magnet yang membuat pengunjung merasa nyaman untuk tinggal berlama-lama. Panorama laut serta masakan khas yang lezat yang disuguhkan di tempat ini begitu terasa nikmat.

 “Kami memang tengah perupaya untuk memberi layanan terbaik kepada setiap wisatawan yang datang. Di tempat ini banyak sekali makanan yang lezat, bahkan ada kuliner tradisional, seperti dampo, gula kelapa dan lainnya yang bisa dibawa pulang,” papar Atikurahman.

Selain memiliki pesona alam yang begitu indah, Pulau Sagori ternyata memiliki cerita lain. Pulau ini pernah dijadikan sebagai persinggahan armada Belanda yang dipimpin Peter Bot, ketika menyerang Sultan Buton di masa lalu. Sebagai bukti, di pulau ini ditemukan tiga bangkai kapal milik VOC yang bisa dilihat dan diamati,” tutur Atikurahman.

Menyikapi potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Bombana, Atikurahman sangat berharap ada investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di pulau ini.

 “Pemerintah Bombana tetap berkomitmen untuk terus mendukung kegiatan investasi di sektor pariwisata. Karena kemajuan suatu daerah sangat terkait dengan pariwisatanya. Artinya daerah itu dikenal dan terkenal di dunia lantaran memiliki objek wisata yang menarik,” terangnya. Nining.

Mendulang Investasi Bombana


Kabupaten Bombana secara kewilayahan terdiri atas daratan seluas kurang lebih 2.929,69 km dan laut sekitar 11.837,31 km. Dengan kondisi tersebut, potensi sumberdaya kelautan memiliki peluang investasi yang cukup signifikan.
Hasil perikanan Kabupaten Bombana mampu memenuhi kebutuhan, baik untuk masyarakat lokal maupun ekspor. Berbagai jenis hasil produksi perikanan, khususnya untuk komoditi ekspor, antara lain ikan sunu, kerapu, kakap, baronang, lobster, cumi-cumi, benur, rumput laut, dan kerang-kerangan.
Secara ekonomis, peluang investasi pada sektor perikanan masih terbuka dan memiliki prospek untuk dikembangkan di masa mendatang. Peluang investasi dimaksud meliputi :
a. Budidaya Tambak
Areal pertambakan Kabupaten Bombana tersebar dan diusahakan di 7 (tujuh) wilayah kecamatan. Produksi tambak merupakan salah satu sektor dalam bidang pertanian penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang cukup signifikan.
Untuk menjangkau desa-desa produsen tersebut dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

b. Budidaya Mutiara
Budidaya mutiara di Desa Sikeli, Kecamatan Kabaena, masih dilakukan secara perseorangan. Dilihat dari kondisi salinitas maupun aspek-aspek lainnya, Kecamatan Kabaena sangat ideal dan potensial untuk pengembangan budidaya mutiara, baik jenis mutiara bundar (Mound Pearl) maupun jenis mutiara blister (Half Pearl).

c. Budidaya Rumput Laut
Sama halnya budidaya mutiara, budidaya rumput laut pun di Kabupaten Bombana masih diusahakan secara perorangan. Kondisi perairan yang belum terkontaminasi oleh pencemaran tentunya memiliki prospek pengembangan budidaya rumput laut secara besar-besaran dengan sentuhan teknologi tepat guna.
Hasil rumput laut yang dihasilkan masyarakat desa pesisir (Desa Batulamburi, Masaloka, Pulo Tambako) dipasarkan melalui pengusaha local. Produk yang dihasilkan adalah bentuk gelondongan dan dipasarkan ke kota Bau-Bau dan Kendari.

Pertanian
Potensi lain yang tak kalah pentingnya adalah di bidang pertanian. Seperti diketahui, Kabupaten Bombana merupakan salah satu daerah lumbung padi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas lahan sawah 7.688 Ha, dengan produksi 424.204 kw gabah kering giling per tahun atau senilai Rp 76.356.720.000.
Peluang pengembangan dan pemanfaatan lahan pertanian padi sawah di daerah ini masih sangat terbuka karena lahan pengembangan persawahan 25.559 Ha. Ekstensifikasi dan intensifikasi dengan sentuhan teknologi tepat guna merupakan ruang investasi yang didambakan masyarakat Kabupaten Bombana.

Pertambangan
Di bidang pertambangan, potensi tambang Kabupaten Bombana tersebar di beberapa desa dan kecamatan. Jenis-jenis tambang yang memiliki potensi sangat besar antara lain marmer, batu permata, nikel, pasir kwarsa, batu gamping, dan tanah liat/lempung.
Potensi yang sangat besar tersebut belum dieksploitasi secara optimal sehingga terbuka peluang investasi di bidang pertambangan yang memiliki nilai ekonomis cukup prospektif.
Lokasi tambang marmer, batu permata, dan nikel dapat dijangkau dari ibukota kabupaten dengan Super Jet selama kurang lebih 2 jam pelayaran ke Sikeli. Selanjutnya untuk mencapai lokasi tambang di Desa Lengora dan Enano (Kabaena Timur) serta Desa Rahadopi, Pongkalaero, dan Batu Awu di Kecamatan Kabaena dapat menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.
Sedangkan lokasi tambang pasir kwarsa, batu gamping dan tanah liat/lempung dapat diakses dari ibukota kabupaten dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan lama perjalanan 1 sampai 2 jam.
Beberapa perusahaan tercatat telah melakukan eksploitasi dan penguasaan lahan terhadap jenis-jenis pertambangan tertentu. Teks Nining.