SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Kamis, 14 Januari 2010

Muna Mekar, Menakar Kebudayaan Wuna


Kabupaten Muna, setelah sebagian wilayah adminis-trasinya dimekar- kan ke dalam Kabupaten Buton Utara, kini kabupaten kepulauan tersebut kembali mekar menjadi dua kabupaten dan satu kota. Yakni, kabupaten induk (Kabupaten Muna sendiri), Kabupaten Muna Barat, dan Kota Raha.

Keunggulan Kabupaten Muna masih ditunjang dengan berbagai sumber daya alam, seperti areal persawahan sekitar 1.400 hektar, disupport dengan berbagai infra struktur lainnya. Sementara keunggulan kabupaten baru ini, Kabupaten Muna Barat, yaitu terletak pada sumber daya kelautan dan pesisir.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Pemkab Muna, Lakusa, di Makassar mengatakan, kekayaan bawah laut dengan keragaman speciesnya lebih kaya dari Wakatobi. Menurutnya, kalau Wakatobi jenis species bawah lautnya hanya sekitar 1.500-an jenis, sementara di Selat Muna (yang mengapit antara Kepulauan Muna dengan daratan besar pesisisir selatan Sulawesi Tenggara) sedikitnya terpendam 2.000-an species.

“Keragaman ini belum termasuk populasi ikan yang melimpah ruah, makanya nelayan-nelayan dari Teluk Bone (Sulawesi Selatan pesisir timur dan selatan) juga melayari kawasan ini,” ungkap Lakusa.
Hal ini dimungkinkan, Lakusa menerangkan, karena di Selat Muna itu, terdapat arus yang keras, utamanya pada musim-musim tertentu, dan seperti diketahui tempat bersarangnya  ikan-ikan samudra adalah arus yang keras.

Jadi di seluruh perairan Sulawesi ini, termasuk Selat Banda (Maluku), maka Selat Muna yang paling besar ‘daya tampungnya’. “Perairan ini adalah gudang ikan Indonesia Timur,” lanjutnya, sambil menyayangkan bahwa Selat Muna belum banyak dikenal orang, termasuk nelayan, sebagai kekayaan terbesar ekosistem laut nusantara. 

Bidang lain keunggulan Muna Barat, adalah kota pelabuhan Tondasi yang strategis, yang mengubungkan kepulauan Kabaena dan Sulawesi Selatan. “Saat ini pelayaran Kapal Fery rute Muna-Sinjai  dan Bulukumba (Sulsel) dua kali dalam sepekan,” tegas Lakusa.

Selain aset perairan yang melimpah, Muna Barat juga memiliki bandara, dimana bandara yang telah dibangun oleh Bupati Muna Ridwan BAE, masuk ke dalam wilayah administrasi Muna Barat. Jika nantinya ini setelah mekar, Lakusa berkeyakinan, bahwa bandara ini akan dibenahi secara semaksimal.

“Bandara ini nantinya akan melayani penerbangan rute Muna – Makassar, tentu dengan pesawat berbadan kecil,” jelasnya.  Menurutnya, dengan maksimalnya pelayanan bandara ini nantinya, Muna secara keseluruhan dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Karena selama ini, untuk mencapai Muna, utamanya arus kedatangan dari Makassar atau Sulawesi Selatan, harus menemui rute yang panjang, misalnya dari Kendari baru ke Muna melaui laut. Tapi yang lebih sulit adalah kalau menggunakan rute laut, misalnya dari Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, dengan menggunakan Pelni atau kapal barang, hanya transit di Kota Bau-Bau, setelah itu barulah menggunakan kapal cepat ke Kota Raha (ibukota Muna).

Atau jalur laut Bajoe (Bone-Sulsel), lalu naik fery ke Kolaka (Sultra) lalu naik darat lagi, ke Torobulu (Kab.Konsel) dengan menggunakan fery ke Raha, atau dari Kolaka langsung ke Kota Kendari lalu ke Raha dengan kapal cepat.

Sedikit yang lebih gampang dan mudah, adalah pelayaran dari pelabuhan Kabupaten Bulukumba atau Kabupaten Sinjai (Sulsel) lalu naik fery langsung ke Tondasi (Muna Barat). “Rute ini hanya ditempuh 8 – 12 jam), sama waktu tempuh antara Bajoe – Kolaka,” jelas Lakusa.

Jalur ini lebih memiliki prospek cemerlang dimasa mendatang, karena jalur pelayaran ini, adalah rute dagang langsung dari Makassar jalan darat ke Bulukumba dengan waktu  tempuh 5 – 6 jam.  Mobil-mobil kelas berat, atau 10 roda yang memuat peti kemas tidak mengalami kesulitan pengangkutan karena jalan datar (tidak ada tanjakan terjal dan tikungan curam) antara Makassar dengan Bulukumba, sehingga segala barang gelondongan, dapat langsung naik kapal dan diterima di Muna dalam keadaan tanpa bongkar.

Kota Wisata Dunia
Dalam catatan ProFiles, perkembangan pariwisata Sulawesi Tenggara dalam 5 tahun terakhir terus mengalami grafik menanjak. Hal ini dipicu selain karena memang potensi sumber daya alam propinsi itu yang mulai tersosialisasikan, juga karena dorongan kebijakan dari masing-masing pemerintah local, sehingga tak mengherankan jika sejumlah event-event berskala internasional dapat digelar disana, misalnya Festival Layang-Layang di Muna dan Festival Sastra Lisan di Wakatobi. Belum lagi kegiatan kebudayaan lainnya dalam skala regional atau pun local (tingkat propinsi).

Dalam skala propinsi Sulawesi Tenggara, Lakusa mengakui, potensi sumberdaya alam yang paling minim adalah Muna, kecuali ekosistem hutan jatinya sudah menjadi merek internasional.

Juga dalam silang jalur perdagangan local, misalnya antara Kendari dengan Bau-bau (Buton). Pada jalur ini, Muna nyaris tidak dapat memungut jasa transit, karena jarak antara Muna dengan Bau-bau sangat dekat, maka jasa kota singgah tidak dapat diandalkan, begitu juga dengan angkutan barang, sehingga hotel-hotel yang ada di Kota Raha tidak mengandalkan pendapatannya dari lalu lintas laut itu.

Untuk itu, katanya, Muna (termasuk Raha dan Muna Barat) harus memproteksi diri, harus jeli melihat kondisi yang tidak menguntungkan itu. Sebab dengan melihat kelemahan ini, maka tentu ada pilihan-pilihan lain yang harus dilakukan oleh semua orang Muna.

Pilihan itu misalnya, bagaimana Muna (dalam keseluruhannya) mencanangkan sebagai daerah tujuan utama, apakah dalam konteksi wisata, ataupun sebagai tujuan utama perdagangan / bisnis. Khusus untuk tujuan utama wisata, maka hal ini sangat memungkinkan. Hal itu dapat dilihat dari sudut obyek wisata alam yang sangat banyak, dan cenderung tidak terdapat di tempat-tempat lain di Indonesia ataupun di kabupaten lain di Sulawesi Tenggara.

Lakusa menilai untuk memulai gerakan kebudayaan dan membangun apresiasi masyarakat Muna terhadap kebudayaan local, kebudayaan temurun-temurun, maka harus mendapat dukungan, minimal dukungan kebijakan dan politik dari Pemkab Muna sendiri.  Jika hal ini dapat segera dilakukan, maka pendidikan-pendidikan rakyat tentang kearifan lokalnya, tentang kesenian, tentang cerita dan mitos, tentang tarian-tarian, dan tentang sastra purba.

“Semuanya itu harus digali, kemudian diapresiasikan kembali. Dan untuk melakukan ini adalah membangun sekolah-sekolah kebudayaan di berbagai kampung dan komunitas yang ada di Muna,” katanya, seraya menambahkan bahwa sekolah yang dimaksud disini adalah bagaimana masyarakat adat dapat belajar dari proses berinteraksi dengan alamnya, berinteraksi dengan kultur positif yang menjadi identitas Muna.

Jika hal itu berproses terus, maka selanjutnya adalah bagaimana menguatkan kelembagaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam yang nantinya diarahkan pada aspek pengembangan wisata alam.

Sebab dengan obyek-obyek wisata yang cukup banyak di Muna, maka diprediksi inilah jalan atau cara untuk lebih memperkuat identitas Muna ke depan. “Tentu harapan ini adalah harapan bagi semua orang dan elemen-elemen Muna,” kuncinya. (s.darampa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi