SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Jumat, 14 Mei 2010

Seruan SP TPK Koja

Beberapa hari ini, sering mendengar berita pemogokan yang dilakukan oleh buruh-buruh di Indonesia. Yang paling santer terdengar adalah pemogokan buruh di Teriminal Peti Kemas (TPK Koja) dan PT Pertamina UP VI Balongan.

Kedua pemogokan buruh tersebut dipicu oleh permasalahan yang sama, yaitu tertindasnya hak-hak buruh dalam hubungan industrial di Indonesia. Inilah dampak dari penerapan sistem neoliberalisme di Indonesia.

Beberapa hari lalu, kawan-kawan Serikat Pekerja Terminal Peti Kemas Koja (SP TPK Koja) melakukan aksi pemogokan selama 3 hari, dimulai dari tanggal 1-3 Mei 2010. Aksi mogok kerja ini dipicu karena status perusahaan TPK Koja yang hingga saat ini masih Kerjasama Operasional (KSO). Hal ini menyebabkan nasib buruh-buruh terminal peti kemas Koja tidak menentu.

Namun dari aksi pemogokan SP TPK Koja tersebut ditanggapi negatif oleh rezim neoliberal. Bagi rezim neoliberal, pemogokan yang dilakukan SP TPK Koja selama 3 hari tersebut, telah merugikan perekonomian nasional sebesar Rp 3 miliar.

Rezim neoliberal menyayangkan pemogokan tersebut karena telah merugikan para pemilik modal. Inilah yang dipikirkan oleh rezim Neoliberal selama ini. Mereka hanya mementingkan kepentingan para pemilik modal tanpa memikirkan nasib para buruhnya. Jelas, bahwa kerugian yang dinyatakan oleh rezm neoliberal tidak sebanding dengan penderitaan dan ketertindasan yang dialami oleh para buruh selama bertahun-tahun.

Begitu juga yang dilakukan oleh Serikat Buruh Indramayu (SBI), yang merupakan anggota Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Mereka saat ini tengah melakukan aksi pemogokan di PT Pertamina (Persero) UP VI Balongan. Aksi pemogokan tersebut dipicu karena hingga saat ini PT Pertamina (Persero) UP VI Balongan tidak pernah menyesuaikan Upah Minimum Sektoral di Migas (UMS Migas).

Padahal UMS Migas telah ditetapkan untuk tahun 2010 oleh Gubernur Provinsi Jawa Barat, dan penetapan tersebut merupakan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Daerah dan bupati masing-masing kota/kabupaten. Namun, UMS Migas tidak pernah diterapkan di wilayah Indramayu, sementara kota/kabupaten lainnya, seperti Bekasi dan Sukabumi, telah menerapkan ketetapan Gubernur tersebut.

Berkali-kali SBI-KASBI telah berupaya berunding dengan pihak PT Pertamina UP VI Balongan, namun yang didapat hanyalah janji-janji yang hingga kini tidak pernah direalisasikan. Kehidupan buruh-buruh di PT Pertamina (Persero) UP VI Balogan juga diperparah dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Hal ini menyebabkan tidak adanya kepastian kerja bagi para buruh tersebut.

Pemogokan selama ini dianggap hanya akan merugikan perekonomian nasional oleh rezim neoliberal. Namun rezim neoliberal tidak pernah menyebutkan berapa kerugian yang telah diderita oleh para buruh-buruh di Indonesia akibat sistem kerja kontrak/outsourcing serta penindasan yang dilakukan oleh para pemilik modal kepada para buruhnya.

Upaya penindasan terhadap buruh tersebut juga didukung selama ini oleh rejim Neoliberal dengan memberlakukan aturan-aturan ketenagakerjaan yang menindas serta membiarkan penindasan tersebut berlangsung terus menerus. Praktek dari sistem Neoliberalisme memang selalu hanya ingin menguntungkan para pemilik modal dan selalu menindas para buruh.

Pernyataan Sikap Perhimpunan Rakyat Pekerja, mogok kerja adalah hak kaum buruh, dimana merupakan senjata buruh dalam berhadapan dengan pemilik modal maupun rezim neoliberal. Untuk itu, kami mendukung sepenuhnya aksi-aksi mogok kerja yang dilakukan oleh kaum buruh di Indonesia, termasuk pemogokan yang dilakukan oleh SP TPK Koja dan SBI-KASBI.

Sistem kerja kontrak dan outsourcing  telah nyata terbukti hanya menyengsarakan kaum buruh di Indonesia. Praktik neoliberalisme dalam bidang ketenagakerjaan ini telah membuat kaum buruh berada dalam jurang kemiskinan dan ketidakpastian kerja, serta mendapatkan upah murah.

Bangun kekuatan politik alternatif dari gerakan rakyat pekerja untuk melawan praktek neoliberalisme di Indonesia.

Neoliberalisme-kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera. (AMAN)

BBTNKS Didesak Usut Pembuatan Jalan Muara Kulam-Mersib

KETUA Badan Teritori Perkumpulan Telapak Sumatera Bagian Tengah, Ir Dikson Aritonang mendesak pihak Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) agar terus mengusut secara tuntas pembuatan jalan tembus dari kelurahan Muara Kulam Kecamatan Ulu Rawas Kabupaten Musi Rawas hingga Desa Mesib kecamatan Bulan Kabupaten Surolangun Jambi yang membelah 1,2 km kawasan TNKS.

Dijelaskan Dikson, jika pihak Balai Besar TNKS tidak menindaklanjuti pelanggaran hukum dan undang-undang yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas ini maka tidak kemungkinan kedepannya daerah ini atau daerah lainnya akan melakukan hal yang sama.”Apapaun alasannya pembukaan lahan TNKS ini tidak dibenarkan dan meyalahi UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan UU No 5 tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,”jelas Dikson di Hotel Hakmaz Taba seusai menghadiri kegiatan pelatihan Investigasi Hutan.

Dijelaskan Dikson, kawasan TNKS ini merupakan salah satu kawasan yang paling dilindungi di Indonesia bahkan di Dunia serta dilindingi oleh Undang-Undang. Dengan adanya pembuatan jalan tembus tersebut maka sama saja melakukan pengerusakan dan mengahncurkan ekosisitem yang ada didalamnya.”Tidak ada pembenaran dari siapapun dan apapun tentang pembuatan jalan tersebut dan kami kengharapkan BBTNKS dapat terus mendesak dan mengekspos kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi,”pungkasnya

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Ulayat yang konsen dalam kegiatan-kegiatan advokasi lingkungan, Oka Andriansyah menyayangkan sikap BB TNKS yang dinilai lamban mengusut pelanggaran diwilayahnya ini.”BB TNKS harus menyadari bahwa pembuatan jalan yang membelah kawasan TNKS ini merupakan kejahatan lingkungan dan harus dipertanggungjawabkan,”tegasnya ditempat yang sama

Untuk itu, pihaknya akan terus memantau perkembangan dan akan terus mengkampanyekan serta mengusut kasus pembuatan jalan tembus ini baik ketingkat nasional maupun internasional.”Saat ini kami sedang mengumpulkan data-data tentang kasus jalan tembus ini dan beberapa kejahatan hutan lainnya yang ada di Musi Rawas,”jelas Oka sembari mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan konsulidasi di tingkat nasional untuk membicarakan persoalan ini.

Sementara itu, kepala Balai TKNS Seksi Sumatera Selatan, Zainnudin SP menjelaskan pihaknya telah melaporkan hal ini kepada pihak Polres Mura dan saat ini pihaknya belum mendapatkan tindak lanjut dari laporan tersebut.”Setelah kami melakukan investigasi dan mendapatkan bahwa jalan tersebut masuk kedalam wilayah TNKS maka kami langsung membuat laporan kepada Polres Mura,”ujarnya singkat.

Terkait dengan pembuatan jalan tembus ini, Kepala Dinas PU Bina Marga C Krisdinarto beberapa waktu lalu menjelaskan pihaknya belum bisa meningkatkan jalan tersebut karena tergendala dengan izin menteri kehutanan.”Selagi kami belum mengantongi izin dari Menhut maka jalan tersebut tidak akan ditingkatkan,”ujarnya singkat.

Sebelumnya, Seksi TNKS Wilayah V Sumsel telah melakukan investigasi dan hasilnya terdapat 2 titik koordinat yakni 48 M 0217313 UTM 9699168 masuk kawasan TNKS dan titik ke 2 yakni 48 M 0218564 UTM 9700504 titik akhir jalan yang dibangun yang berbatasan dengan kabipaten Surolangun jambi. Setelah jalan ini terbukti masuk kawasan TNKS maka awal januari 2008, BB TNKS memasang papan informasi larangan bahwa jalan ini tidak boleh ditingkatkan karena masuk dalam kawasan TNKS.(DS-detik silampari- AMAN)