SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Selasa, 14 Desember 2010

Siaran Pers KHPK Sultra Peringati Hari HAM

“Tujuan pendirian negara Indonesia untuk melindungi segenap rakyatnya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, masih jauh dari realisasi,” tulis KHPK Sultra dalam siaran persnya dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional ke 42, tanggal 10 Desember 2010, di Kendari - Sultra.

Menurutnya, padahal, inilah cita-cita luhur pendirian negara Indonesia leh para pendiri bangsa (founding father). Fakta menunjukan, realisasi pemenuhan negara atas HAM, baik di ranah Hak Sipil dan Politik (Hak SIPOL), maupun Hak Ekonomi Sosial Budaya (Hak EKOSOB) masih jauh dari harapan rakyat.

Ia mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang seharunya menjadi tanggung jawab negara, hingga saat ini masih terbengkalai penyelesaiannya. Beberapa kasus yang telah diselidiki dan dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM, kenyataannya saat ini hanya menjadi tumpukan berkas perkara di Kejaksaan Agung.
Rekomendasi DPR RI tentang kasus penghilangan paksa aktivis pro demokrasi pada 1997/1998, yang dikeluarkan pada tanggal 28 September 2009, tidak ditindaklanjuti pemerintahan SBY. Inti dari rekomendasi itu, merekomendasikan Presiden membentuk pengadilan HAM, membentuk Tim Pencarian untuk Korban yang masih hilang, memberikan kompensasi kepada korban penghilangan paksa, dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Apa dampaknya? Terbengkalainya kasus pelanggaran HAM masa lalu, tentunya menyebabkan tidak adanya efek jera terhadap pelaku pelanggaran HAM, dan kasus-kasus tersebut akan terus berulang di kemudian hari. Kenyataannya memang benar! Kasus-kasus pelanggaran HAM selalu saja terjadi hingga hari ini. Penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pelarangan buku, pembubaran pertemuan/rapat masyarakat sipil, perampasan tanah dan upah, teror, kriminalisasi pada rakyat, atau kejahatan negara dan modal dibidang hak EKOSOB yang lainnya masih saja terus terjadi.

Pemerintah terus membiarkan praktek pelanggaran HAM tersebut terus terjadi, tanpa ada upaya untuk diselesaikan secara tuntas.

Beberapa Kasus
Pemerintah juga membiarkan aksi penjarahan sumber daya alam oleh korporasi besar yang bergerak di sektor tambang, migas, laut, hutan, sumber daya air, dan perkebunan besar, baik asing maupun nasional, untuk menghancurkan bumi pertiwi dengan melakukan eksploitasi besar-besaran atas kekayaan alam Indonesia. Kaum tani, nelayan, buruh dan masyarakat adat yang merasakan langsung akibatnya. Pemiskinan struktural oleh negara merupaka buah dari praktek pembiaran negara ini.

Perlawanan rakyat untuk mempertahankan tanah dan sumber-sumber kehidupannya justru dijawab dengan tindakan represif oleh negara, dengan menggunakan aparat keamanan dan kelompok preman terorganisir. Negara absen secara sadar dalam mewujudkan ketertiban, keadilan, kemakmuran, serta pemuliaan atas alam dan nasib rakyat banyak!

Di Sulawesi Tenggara, sejumlah kasus pelanggaran HAM masih banyak yang tidak diselesaikan pemerintah. Sebut saja, kasus peristiwa Buton 1969, dimana stigmatisasi PKI menjadi alat legitimasi untuk membunuh dan menahan ratusan orang di wilayah Buton Raya. Keberadaan kamp pengasingan (kampsing) Nanga-Nanga di Kota Kendari, menjadi saksi bisu atas praktek kebrutalan operasi oleh Tentara ini. Kasus ini hingga saat ini tak kunjung diungkap pemerintah.

Kasus lain, penangkapan dan penahanan atas 19 orang mahasiswa LMND dan warga Talaga Raya di Kabupaten Buton yang menolak operasi tambang Nikel PT Arga Morini Indah (PT AMI). Kasus yang terjadi pada bulan Mei 2010 ini, oleh majelis hakim PN Baubau, para tersangka divonis antara 7-10 bulan penjara. Saat ini, kasus sedang berlangsung karena Jaksa Penuntut Umum kasus ini masih lakukan banding atas putusan pengadilan.

Kasus perampasan lahan (land grabbing) juga terjadi secara sistematis pada masyarakat adat (MA): Kontu di Muna, Sambawa di Konawe Utara, Lipu-Katobengke di Kota Baubau, petani Bungi-Sorawolio yang dijarah hutan dan kekayaan alamnya untuk pertambangan nikel PT Bumi Inti Sulawesi (PT BIS) di kota Baubau, warga di sekitar Lapangan Terbang Maranggo di Tomia Kabupaten Wakatobi, dan kasus penjarahan tanah warga di wilayah pertambangan emas di Kabupaten Bombana.

Kasus lainnya yang tidak terungkap adalah penyerbuan dan penyerangan atas massa aksi Ormas Sarekat Hijau Indonesia (SHI) wilayah Sultra bersama mahasiswa yang kala itu sedang menggelar pembukaan Konfrensi Wilayah (Maret 2008), yang diikuti dengan penyerbuan aparat polisi ke Kampus Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari.

Pemerintah juga terus melakukan praktek pelanggaran HAM kepada pedagang kaki lama (PKL) dalam bentuk penggusuran paksa. Sejumlah kasus yang dapat sorotan publik diantaranya: PKL di sekitar Mall Mandonga, Pasar Kota dan Pasar Baru (Kendari). Praktek ini juga terjadi disejumlah kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara. PKL di sekitar pasar dan ruas-ruas jalan protokol yang jadi korban: digusur paksa tanpa pemenuhan hak-haknya sebagai pedagang (korban) secara manusiawi.

Dengan bercermin pada situasi di atas, kami menyatakan sikap:

1. Rezim SBY-Boediono tidak memiliki komitmen untuk penegakan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

2. Hentikan segala bentuk pelanggaran HAM baik oleh negara maupun korporasi (non state actor).

3. Gerakan rakyat mesti terus bersatu untuk mendesak Presiden SBY untuk segera menindaklanjuti Rekomendasi DPR tanggal 28 September 2009 tentang penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro demokrasi 1997/1998, dan kasus-kasus masa lalu. Termasuk segera menyelesaikan secara tangung-gugat sejumlah kasus-kasus pelanggaran HAM pasca reformasi 1998.

4. Tindak tegas para pelaku pelanggaran HAM baik oleh sipil, aparat militer, aparat Polri maupun korporasi.

5. Menolak segala bentuk arogansi dan sikap represif pemerintah Kota Kendari dalam kasus relokasi pedagang pasar Baru Kendari. Kami mendukung penuh penyelesaian yang berkeadilan bagi nasib para pedagang/korban.

6. Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk terus melawan segala bentuk penindasan, penjajahan, penghisapan, pembodohan dan praktek pelanggaran HAM lainnya. Persatuan gerakan rakyat tak bisa dikalahkan, dan karena itu, sangat dibutuhkan untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak rakyat.

Demikianlah siaran pers Komite HAM dan Pemberantasan Korupsi (KPHK) Sulawesi Tenggara, yang anggotanya terdiri atas SKPHAM ORDA IKOHI – WALHI SULTRA – YPSHK SULTRA – PUSPAHAM - FORUM SOLIDARITAS PEDAGANG PASAR BARU – LIGA MAHASISWA NASIONALIS Untuk DEMOKRASI. (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi