Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya telah menggelar training untuk advokasi dan promosi Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat atau yang disingkat UNDRIP (United Nations the Declartion of Right Indegiones People).
Advokasi dan promosi UNDRIP yang disponsori oleh IPP di 6 negara di Asia, seperti Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Thailand. Untuk Indonesia, maka dipilih Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara sebagai site training advokasi dan promosi UNDRIP.
Peserta yang hadir dalam training ini adalah untuk dalam lingkup AMAN Toraya, selain pengurus AMAN Toraya, juga perwakilan komunitas-komunitas dari 32 wilaya adat se-AMAN Toraya, eksekutif dan legislative pada kedua kabupaten tersebut.
Dari luar AMAN Toraya, juga utusan Wilayah Adat Sando Batu (Kabupaten Sidrap), wilayah adat Kabupaten Maros, wilayah adat Kabupaten Sinjai, Wilayah Adat Pakka Salo, Lappalampoko dan Tellang dari Kabupaten Bone, Pengurus Harian AMAN Sulsel.
Pada kesempatan ini juga hadir para kader pemula AMAN Toraya, yang terdiri dari community organizing dan fasilitator-fasilitator dari masing-masing wilayah adat. CO ini adalah alumni community organizing training (COT) yang dilakukan kerjasama AMAN Toraya dengan IPP.
UNDRIP membahas agenda dan pasal-pasal yang memuat tentang hak-hak masyarakat adat, misalnya self determination, free prior and informated consent (FIPC), hak atas tanah dan wilayah serta sumber daya alam, hak atas budaya dan kekayaan intelektual, hak atas pembangunan, dan lainnya.
Seingga training yang dilakukan selama 3 hari di dua kabupaten tersebut, akirnya menetapkan beberapa agenda, yakni agenda yang berdasarkan masala-masalah atau tantangan yang dihadapi masyarakat adat, seperti :
Revisi tentang Peraturan Daerah (Perda) Lembang. Dimana selama ini pemberlakuan tentang perda ini hanya mengganti ‘baju’ saja, tetapi sistemnya nyaris tidak ada bedanya dengan sistem atau struktur pada pemerintahan desa. Dengan revisi ini, maka pemerintahan lembang adalah wujud dari suatu pemerintahan adat yang didukung oleh fungsi-fungsi kombongan sesuai adat istiadat masyarakat adat Toraya.
Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat. Tujuan usulan ini guna memperkuat eksistensi masyarakat adat dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia, tetapi bingkai yang mengaturnya di dalam pemerintahan Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara adalah regulasi masyarakat adat.
Revisi Peraturan Daerah tentang Retribusi dan Pajak. Revisi Perda ini dibutuhkan karena dirasakan sangat mencekik atau merugikan masyarakat adat, khususnya tentang pungutan atau pajak hasil potong hewan. Retribusi ini merupakan pendapatan asli daerah Pemkab Tana Toraja dan Toraja Utara pada urutan nomor dua. Harapan masyarakat seandainya ini dikelola oleh masyarakat adat, sekitar 10 persen saja dari nilai potongan pajak tersebut, sudah sangat membantu tongkonan-tongkonan didalam memperkuat eksistensi pada suatu wilayah adat.
Selain secara khusus menyorot tentang upaya-upaya perbaikan regulasi kebijakan, maka hasil-hasil UNDRIP juga mendorong agenda ntuk redesaign wilayah belajar bagi masyarakat adat, misalnya tata kelola khusus untuk lokasi upacara-upacara, tata kelola khusus untuk lokasi pertanian organic farming (di lokasi Kuang, Lembang Madandan, di lokasi Lembang Buttu Limbong di Wilayah Adat Se’sseng, dll)
Untuk kebutuhan tata batas pada masing-masing wilayah adat, sehingga tidak terjadi atau tidak meluas kasus perluasan wilayah administrasi Kota Palopo yang memasuki / mengintervensi wilayah adat Nanggala, dll.
Disisi lain, AMAN Toraya dan beberapa pengurus daerah AMAN Sulsel juga tengah menyiapkan strategi pembelaan terhadap ancaman kasus Tambang Sangkaropi, kasus Bendungan Malea, kasus Perkebunan Kurra, Jasa Lingkungan Air PDAM Kota Rantepao (sumber air ekosistem hutan adat Nanggala), kasus Pembangunan Bandara Baru Mengkedek, menindaklanjuti krimiminalisasi yang dialami oleh masyarakat adat Sinjai oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Sinjai.
Sementara untuk agenda internal keorganisasi AMAN Sulsel atau pengurus-pengurus daerahnya, maka diputuskan untuk interaksi komunikasi antara AMAN Sulsel dengan pengurus-pengurus daerah, AMAN Sulsel mempercepat penguatan dan pembentukan pengurus-pengurus daerah yang belum terbentuk, dan selama belum terbentuk terus memperkuat kebutuan-kebutuan organisasi daerah, secara active melakukan monitoring dan evaluasi, baik yang menyangkut pencapaian program-program kerja, maupun dalam rangka memperkuat mekanisme dan aturan-aturan organisasi PD.
Sekretaris Jenderal PB AMAN, Abdon Nababan, sebagai satu-satunya narasumber pada UNDRIP menjelaskan sejarah panjang lahirnya UNDRP, dimana jauh sebelumnya perwakilan-perwakilan masyarakat dari di berbagai belahan dunia tela berhasil meluncurkan dan menengosiasikan beberapa keputusan-keputusan dan kebijakan internasional, seperti konvenan-konvenan, perjuangan para kepala adat di Liga Bangsa-Bangsa, konvensi ILO, konferensi di Jenewa dan lain sebagainya.
Lebih Jauh Abdon juga menyorot kemajuan-kemajuan masyarakat adat nusantara yang telah berhasil mendorong dan memperjuangkan beberapa issu nasional yang menjadi agenda penting pemerintah Indonesia, seperti tentang pengelolaan hutan oleh masyarakat adat yang dikemas dalam frame REDD, MoU antara AMAN dengan KLH, Mou AMAN dengan Departemen Kelauatan, serta memperkuat rancangan kerjasama bilateral Indonesia – Norwegia dimana AMAN menjadi alat tawar-menawar untuk memperkuat agenda masyarakat adat nusantara.
Akhirnya sebelum training ini berakhir, maka diputuskan ada 4 tim adhoc yang secara khusus mengerjakan beberapa agenda, yaitu :
Adhoc I tentang regulasi dan kebijakan akan menyelesaikan, Sosilisasi Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat adat di tingkat komunitas, Revisi Perda Lembang, Ranperda MA Toraya
Adhoc II tentang tata ruang wilayah adat, akan menyelesaikan Pemetaan Partisipatif atas 32 Wilayah Adat Toraya, Pengembangan Site Ecotourism pada komunitas atau wilayah adat
Adhoc III tentang advokasi kasus-kasus pembangunan, dimana agendanya adalah Pembuatan Films Dokumenter Kurra, Advokasi Hulu Hilir Sumber Air, kasus tambang Sangkaropi, Kasus Bendungan Malea, dan upaya krimininalisasi kader AMAN di wilayah adat Sinjai.
Adoc IV tentang gerakan kebudayaan (mendulang mitos), agendanya adalah revilitasisasi Budaya Lisan dan Adat Istiadat kekayaan intelektual Masyarakat Adat Toraya, testorasi Tongkonan-tongkonan dan Budaya Material Lainnya, dokumentasi ( visual n audio visual ) dan Promosi adat dan budaya, partisipasi masyarakat Adat dalam lovely Desember.
Untuk memperkuat penyelesaian agenda tersebut diatas, maka Aman Toraya membuat tim kerja berdasarkan prioritas (working group : wkl Legislatif dan Eksekutif 2 Kabupaten, Aman Toraya, Wkl Komunitas, LSM Pendamping, Aman Wilayah Sulsel, AMAN) pada masing-masing tugas dan kewenangan, deadline tim adhoc terbentuk ( disertai uraian tugas )à 1 bulan, LSM Pendamping memperkuat kertas kerja ADHOC à Walda, YPPK, KIPPRA, Sulawesi Channel , LSM ?, media ?, Pemerhati Toraya , Aman Toraya menjajaki sumber pendanaan, peserta mendaftarkan diri ke panitia untuk terlibat di tim kerja (adhoc). (s.darampa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi