SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Senin, 03 Januari 2011

Menembus Rampi (1) : Cukup Tidur-tiduran Saja


Pelatikan pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Pengurus Daerah Rampi telah membawa kenangan tersendiri bagi PB dan PW AMAN Luwu Raya beserta rombongan. Pasalnya, hanya tidur-tidur di kursi eh sudah sampai di Rampi dengan jarak tempuh hampir seratus kilometer, tetapi ketika pulang masyaallah harus menilisik belantara, menembus ngarai, dan mendaki gunung-gunung terjal. Ikut ceritanya dalam dua tulisan bersambung. 

Makassar, KBSC)
Kamis pagi, tanggal 25 maret 2010 dari Kota Palopo kami bersiap berangkat ke Masamba (ibu Kota Kabupaten Luwu Utara – Sulsel). Selama perjalanan kami (Bata Manurun, Ketua AMAN wil. Tana Luwu), terus menelpon travel agen di bandara untuk memastikan jadwal keberangkatan rombongan ke Rampi, yang telah beberapa kali tertunda.

“Syukurlah sampai di bandara, kami sudah dapat tiket. Dengan menumpang pesawat kecil jenis Cassa 212 beregister PK-ZAV milik PT. Sabang Merauke Air, kami take-off dari Bandara Andi Djemma, Masamba- Luwu Utara pukul 9.00 wita pagi,” cerita kami.

Informasi dari petugas bandara kami akan perjalanan sekitar 15-20 menit dengan catatan cuaca tidak berubah drastis. Karena itu saya memilih menikmati pemandangan di luar jendela pesawat – sekaligus memotret tentu saja.

Cuaca hari ini cerah, tetapi sedikit berawan, “Ya Tuhan semoga kami semua tiba dengan selamat,” doaku dalam hati.

Usai lepas landas tampak kawasan pegunungan To Kalekaju dihiasi pepohonan yang menghijau begitu lebat, cantik dan menawan terlihat dari udara.

Dua puluh menit berlalu, pesawat mulai terbang rendah, dari kaca pesawat terlihat alur sungai yang melingkar-lingkar. Di ketinggian itu, sungai tampak jelas dan besar. Warnanya kecoklatan, dan di sepanjang tepinya, pohon-pohon menghijau menambah kontras warnanya. Di tempat-tempat tertentu terdapat kawasan pemukiman dengan rumah-rumah yang jumlahnya hitungan jari.

Tiba di bandara Rampi, kami disambut dengan sederhana oleh Ibu Helena, sebagai tuan rumah, kami langsung diantar ke rumah ketua adat, masyarakat adat Rampi menyebutnya Tokey-panggilan untuk ketua adat yang menjalankan kepemimpinan secara kolektif.

Masyarakat sudah berkumpul di dalam rumah, satu per satu dari kami memperkenalkan diri,  mereka terlihat antusias namun saya agak heran, terkesan ada sesuatu yang jadi tanda tanya besar dalam diri mereka maksud dari kedatangan kami.

Setelah pihak kami, Ketua dari AMAN menjelaskan, baru mereka sedikit lega. Beberapa hari kemudian baru saya tahu dari informasi yang disampaikan ketua adat bahwa selama ini mereka terus menaruh curiga kepada orang yang datang dari luar. Ini imbas dari perjalanan panjang penuh penderitaan sejak dari jaman penjajahan, pemberontakan DI/TII, kemudian PRRI/Permesta.

Pergolakan ini telah memaksa etnis-etnis minoritas seperti Rampi dan Seko mengungsi dan berdiaspora ke mana-mana. Mereka terpaksa mengungsi ke wilayah propinsi Sulawesi Tengah, seperti di wilayah Kab. Poso dan Kota Palu. Setelah acara perkenalan, kami kemudian diajak untuk melihat kehidupan keseharian masyarakat adat Rampi dari dekat, seperti melihat hasil olahan pakaian dari kulit kayu, mendulang emas, dan pertanian dengan cara yang masih tradisional.

Dua hari telah berlalu, asyik juga berinteraksi langsung dengan masyarakat mendengar keluhan dan harapan mereka, utamanya soal akses transportasi yang setelah 65 tahun Indonesia merdeka belum juga bisa mencapai Rampi,

Juga soal hak atas tanah ulayat mereka yang semakin terancam akibat dari rencana eksploitasi bahan tambang terutama emas dari perusahan-perusahaan tambang besar.

Perlu di ketahui bahwa “kawasan pegunungan tersebut sangat kaya dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna serta beragam suku, adat dan juga budaya”. Ini tidak lebih mewah dari hotel bintang lima, luar biasa pikirku, kita akan dengan mudah menjumpai permandian air panas, danau-danau alam, hutan yang masih lebat, sungai yang penuh dengan emas, sehingga orang Dodolo, salah satu kampung di Rampi, dengan berkelakar mengakui bahwa suara mereka jadi bagus karena tiap hari minum air emas dari Sungai Dodolo.

Hari sabtu, 27 maret 2010, waktunya untuk kembali, tapi sayang tiket flight ke kota Kabupaten di Masamba tak jua berhasil kami dapat, karena seat telah terisi semua.

Panik..? nassami.Namun setelah lobi kiri kanan dengan petugas bandara, akhirnya tiket berhasil kami dapatkan, tapi tersedia hanya sisa untuk 2 orang, maka kami memutuskan untuk memberi jatah kursi kepada 2 orang dari tim AMAN, yang sudah tidak mampu jalan kaki ataupun naik ojek dikarenakan medan berat akibat lumpur musim hujan.

Setelah berunding kami bertiga memutuskan untuk jalan kaki, karena menunggu hari penerbangan pesawat baru akan datang lagi 5 hari kemudian, menumpang ojek tidak akan banyak membantu karena lumpur yang bisa setinggi lutut belum lagi dan longsor sering terjadi di sepanjang rute pendakian antara Rampi-Masamba.(sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi