SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Sabtu, 01 Januari 2011

REFLEKSI HUTAN 2010 : Siapa yang Bertanggungjawab


Siapa sesungguhnya bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan Indonesia kedepan. Pemerintah ? Belum tentu, nyatanya Dephut telah mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah gagal dalam mengelola / melestarikan hutan. Lalu ? Masyarakat, utamanya masyarakat yang tinggal dipinggiran kawasan hutan, atau dipinggiran desa. Berikut refleksi SCF tahun 2010.

Makassar, (KBSC).
Memulihkan kondisi hutan alam Indonesia memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, terbukti selama 2010 kemarin, baru ada 1 izin perorangan pengelolaan hutan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, selebihnya masih dalam proses, baik pada pengajuan kelompok tani hutan, koperasi, bumdes, maupun dalam bentuk kelembagaan lain dalam skema HTR, HKm dan hutan desa.

Hal ini terungkap dalam Worksho Akhir Tahun 2010 Konsilidasi Program Para Pihak dalam Mewujudkan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan, yang digelar oleh Yayasan Sulawesi Community Foundation dengan Kemitraan, 27 – 28 Desember 2010, di Hotel Sahid Jaya Makassar.

Hadir dalam acara ini, adalah narasumber dari Disut Kabupaten Soppeng, Dishut Pinrang, Dishut Barru, lalu Dishut Bulukumba, Bupati Bantaeng (diwakili kepala dinas pertanian dan peternakan), Dr.Aryadi Hiwaman dan Danang Kuncoro dari Bina Perhutanan Sosial, Hasbi B dari Kemitraan. Begitu juga dari aktivis LSM, seperti Konstan, Sulawesi Channel, Walda, Yajalindo, Lambose, dan lainnya.

“Sebagaimana diketahui bersama bahwa Menhut pada tahun 2009 telah menujuk kawasan hutan seluas 2.725.796 hektar (47 persen) dari luas wilayah daratan melalui SK 434/Menhut-II/2009 tentang penunjukan kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah Propinsi Sulsel,” demikian penegasan Sri Endang Sukarsih, Kepala Bidang Pengusahaan Hutan Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan dalam sambutan pembukaannya.

Jadi, katanya, penunjukkan itu sudah melalui proses revisi tata ruang wikayah Propinsi (RTRWP) Sulsel didalamnya terdapat kawasan hutan. Kawasan  hutan ini sudah dibagi dalam fungsi lindung atau konservasi 76,4 persen dan produksi 23,6 persen.

Menurut Direktur SCF, Muhammad Rifai, di Sulsel khusus untuk skema HTR Dinas Kehutanan Propinsi Sulsel menargetkan 5.000 hektar pertahunnya yang dapat diakses masyarakat desa hutan, namun realistiasnya hingga penghujung tahun 2010, IUPHHK yang telah terbit di Sulsel, baru di Kabupaten Soppeng seluas 9 hektar. Sedangkan Kabupaten Barru, Maros, Pinrang dan Enrekang telah mendapatkan rekomendasi hasil verifikasi PB2HP.

“Untuk skema HKm, saat ini izin yang ada baru diterbitkan di kabupaten Jeneponto pada tanggal 26 Nopember 2010 untuk 3 kelompok tani demgan luas area 890 hektar, sementara di Kabupaten Bulukumba haru sebatas hasil rekomendasi tim verifikasi untuk usulan areal kerja seluas 2.250 hektar,” kata Rifai

Sedangkan pada skema HD tiga Bumdes di Kabupaten Bantaeng telah mendapatkan izin HPHD (hak pengelolaan hutan desa) dari Gubernur Sulawesl seluas 703 hektar.


Program ke depan
Sri mengakui, pemerintah Sulsel, telah merspon kebijakan tersebut dengan mengusulkan pengcadangan areal HTR, HKm dan HD kepada Menhut. Pada 2008, Menhut telah mencadangkan areal pembangunan HTR Sulsel seluas 34.535 ha yang tersebar pada 11 kabupaten / kota. 

“Untuk mengimplementasikan pembangnunan HTR tersebut, Dishut Sulsel telah menjabarkan dalam program pembangunan HTR di dalam Renstra Dishut dengan target pembangunan seluas 5.000 hektar pertahun,” katanya.

Sementara Rifai, da beberapa problema yang harus diselesaikan, misalnya soal negatif orientasi, misalnya kredit, bukan skema HTR yang dipertanyakan masyarakat, tapi bagaimana duit yang katanya akan dikasih oleh Dephut.

“Sosialisasi terhadap skema-skema tersebut di masyarakat masih sangat minim, sehingga pengetahuan masyarakat tentang pentingnya skema ini sangat terbatas, dan pengetahuan pemerintah setempat tentang tenggang waktu kontrak skema ini dianggap terlalu lama, sehingga menjadi acuan untuk memproses atau menolak usulan kelompok,” kunci Rifai. (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi