SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Sabtu, 01 Januari 2011

Mengurai Keterisolasian : Puluhan Tahun Akhirnya Tembus Mobil






 MENGURAI KETERISOLASI. Selama lima tahun terus bergotong royong membuat jalan tembus keibukota desa. Akhirnya Bulan Nopember 2010, mimpi itu terwujud, hasil bumi masyarakat Patallassang sudah dapat diangkut dengan mobil, bukan lagi tenaga manusia seperti yang sudah terjadi puluhan tahun silam.

Makassar, (KBSC).
Kalau mau bertanya kapan Indonesia Merdeka pada warga Patallassang, Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, mungkin hanya beberapa orang yang tahu, atau paling tidak hanya kalangan anak-anak muda yang pernah “makan bangku” sekolahan.

Pertanyaan ini sedikit ironis, karena sejak berpuluh tahun mulai kira-kira masih sejak zaman Pemerintahan Puangta ri Pao (kerajaan), hingga masa pemerintahan Desa Pao, Drs. Najamuddin, dampak dari sebuah kemerdekaan baru 2 – 5 tahun terakhir ini dia rasakan.

Salah satu nikmat kemerdekaan yang paling dirasakan oleh warga dusun tersebut, adalah untuk pertama kalinya ada sebuah mobil yang masuk ke desanya, padahal antara ibukota desa dengan dusun tersebut paling banter 10-an Km.

Mobil merek land cruiser dengan doble garden ini adalah bertujuan untuk mengangkut hasil-hasil bumi Patallassang untuk dijual di pasar ibukota kecamatan. “Kami seperti bermimpi di siang hari bolong, saya tidak pernah menyangka bahwa hidupnya saya yang mulai uzur ini masih dapat melihat mobil yang masuk ke kampung ini,” kata Ketua RK Jahi-Jahia Dusun Patallassang, Jufri B.

Lima tahun sebelum mobil ini masuk mengangkut sayur-sayuran, warga dusun ini setiap hari sabtu mengadakan gotong royong perintisan jalan.  “Awalnya ketika untuk pertama kali gotong royong yang membuat jalan ini, tidak ada masyarakat yang bersemangat, saya sendiri pun ragu akan manfaat jalan ini yang diperuntukkan untuk kendaraan,” lanjut Abd.Jabar, Kepala Dusun Patallassang.

Menurutnya, pekerjaan ini hampir niat yang sia-sia, karena kalau dilihat medan atau countur alamnya tidak masuk akal kalau mobil bisa masuk. “Meski dirasakan pekerjaan yang sia-sia, anehnya warga tidak pernah putus asa untuk membangun jalan, menggali kaki-kaki gunung yang melingkar-lingkar ini hingga tembus di ibukota desa,” lanjutnya.

Dan tanpa pernah diduga sama sekali, pada Bulan September 2010 lalu, Kades Pao dan Kadus Patalassang tiba-tiba meminta masyarakat untuk melakukan pertemuan di tingkat desa, yaitu tempatnya di rumah Kepala RK Borong Parring, (salah satu RK di Dusun Patalassang, red).

“Pak RK kaget setengah mati, seumur-umur hidupnya tidak pernah ada pertemuan di rumahnya, atau paling tidak di dusun ini, tapi karena perintahnya Pak Desa Najamuddin tidak dapat dibantah, akhirnya pertemuan tersebut diselenggarakan. Saya sendiri bersama para tetua-tetua masyarakat, tidak tahu apa maksud pertemuan tersebut,” katanya.

Setelah hari H-nya, datanglah rombongan yang terdiri atas 3 orang, yaitu Manajer Program “Perencanaan Partisipatif” dari Yayasan WaKIL Kabupaten Gowa, Fasilitator Pendukung Muhammad Ardi Londong, dan Muklis Kaur Pembangunan Desa Pao yang juga bertindak sebagai kader-kader pemberdayaan masyarakat, dan disambut oleh KPM perempuan Desa Pao, yaitu Muriarti dan Nurlinda.

“Kami sama-sama mengantar ke rumahnya RK Borong Parring. Disini, setelah berkumpul sekitar 100-an lebih. Tak lama kemudian, protokol mengatakan maksud dna tujuan kedatangannya, yaitu untuk diskusi masyarakat dengan program PKM (peringkat kesejahteraan masyarakat). Untuk mengetahui sejauhmana tingkat kesejahteraan, atau kemiskinan masyarakat setempat.

Anehnya, syarat menjadi peserta haruslah dominan perempuan, kaum miskin, kaum muda dan masyarakat termarginal. “Syarat ini terpenuhi, malah terlampaui, karena sangat banyak peserta yang hadir tidak pernah mengikuti pertemuan sebelumnya, mendengar saja kantor desa, mereka sangat “ketakutan”,’ jelas Mukhlis, aparat Desa Pao.

Menurut Mukhlis, dari diskusi dan pertemuan-pertemuan selanjutnya semakin lancar, malah kemudian tumbuh lagi semangat masyarakat untuk menggalakkan kembali gotong royong yang sedikit ‘loyo’ itu. “Itulah gunanya namanya perencanaan, yang selama berpuluh tahun ini terlupakan, karena direncanakan bersama-sama, akhirnya banyak gagasan yang muncul, yang kemudian dijalankan secara bersama,” urainya.

Muklis menilai, kekayaan lokal masyarakat adalah ketika mereka sudah bersepakat atau berjanji, maka hampir 100 persen dilaksanakan, karena aib bagi mereka jika ingkar, atau biasanya akan terkena bala, malah akan mendapat sanksi sosial.

“Sanksi sosial itu diterapkan oleh masyarakat sendiri, tanpa ada yang mengatur, tanpa dikomandoi dari desa. Contoh, jika seseorang melakukan kenduri, hajatan, pesta, dan lainnya, tamu-tamu yang datang hanya sedikit saja, atau makanannya banyak yang basi karena kurang orang yang mau datang untuk makan, maka itu sudah termasuk sanksi sosial,” kata Kades Pao, Drs.Najamuddin.

Menurut Najamuddin, saksi seperti ini tidak diatur dalam peraturan desa, tapi merupakan undang-undang yang tidak tertulis. “Hal ini inklud-lah dengan program dari Yayasan WaKIL – ACCESS ini, saya sudah lama menunggu program seperti ini, saya sendiri sedikit bosan melulu bicara proyek-proyek tapi kurang bermanfaat bagi masyarakat desa secara keseluruhan,” tambahnya.

Untuk itu, lanjutnya, apa yang telah digagas oleh kawan-kawan LSM ini, kami kewajiban pemerintah desalah yang harus melanjutkan, menjaga, dan terus mengembangkannya. “Saya mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan teman-teman dari ACCESS,” kunci Kepala Desa Pao, Drs.Najamuddin. (sultan darampa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi