SC Office : Jln.Pampang I, No.23C, Makassar - Sulawesi Selatan. Mobile : 081341640799. FB : Sulawesi Channel. Email : sulawesichannelnews@yahoo.co.id.

Rabu, 27 Januari 2010

Kerajinan Kebanjiran Order


Kendari (KBSC)
Pengrajin tenunan khas Sultra ini menggeluti usahanya secara turun menurun. Namun berkat keuletannya, kini usahanya berkembang pesat. Bahkan telah dipasarkan keberbagai provinisi di Indonesia, omsenyapun ratusan juta rupiah.

“Usaha ini kami geluti secara turun temurun, mulai dari kakek saya. Dulu nama usahanya Sutra Indah, lalu ayah saya dengan nama Sutra Alam. Kini saya memakai nama Sutra Adat,” terang Nasrullah kepada Profiles di Kendari belum lama ini.

Pria kelahiran Sidrap, Sulsel, 29 September 1967 yang menetap di Kabupaten Konawe sejak tahun 1990 ini mengaku memulai usahanya dari nol. Bahkan alat tenun bukan mesin (ATBM) pertama yang dimiliki adalah bantuan Bank Desa. Kemudian dikembangkan dengan membeli peralatan ATBM yang memiliki sambungan tengah yang berfungsi untuk menjahit bagian tengah.
“Berkat pembinaan yang terus menerus dari Dekranasda dan Koperasi, kami mampu menambah peralatan lagi yang lebih besar,” ujarnya.

Diakui Nasrullah, pembinaan yang dilakukan Dekranasda  sangat bermanfaat. Khususnya ketika melakukan studi banding ke sentra industri pertenunan. Dari studi banding ini, para pengrajin mendapat banyak pengetahuan yang dapat diaplikasikan pada usaha tenun yang mereka kerjakan.

“Apa yang dilakukan oleh Ketua Dekranas Sultra sangat bermanfaat untuk perbaikan mutu tenunan yang kami kerjakan. Tak hanya itu, dekranas juga selalu mengundang desainer untuk mengajari para pengrajin. Mulai dari pemilihan benang, perwarnaan hingga cara menyikapi tren pasar. Kami juga diwajibkan mengikuti pameran dan studi banding untuk melihat berbagai modifikasi tenun yang cantik, elegan untuk kami kembangkan juga di Sultra,” tuturnya.

Soal pemasaran, Nasrullah mengaku awalnya kesulitan, namun berkat campur tangan Dekranas yang mampu membuat terobosan baru melalui jalur promosi, kesulitan dalam pemasaran berangsur bisa teratasi. Buktinya, pesanan dari luar Sultra mulai mengalir.

“Alhamdulillah, saat ini jumlah karyawan kami sudah 50 orang. Peralatan tenun juga bertambah menjadi 50 alat. Dulu hanya saya dan istri yang menenun dari pagi hingga sore dan malam hari, produksinya pun terbatas. Sekarang kami mampu memproduksi 300-4000 lembar untuk memenuhi permintaan dari berbagai provinsi,“ beber pria yang tulus membagikan pengetahuan tenun yang dimilikinya kepada siapapun yang ingin belajar.

Permintaan tenunan Sultra yang terbesar saat ini masih didominasi pulau Sumatera, khususnya Riau dan Jambi. Kebetulan  pakaian di sana mirip yang  buat di Sultra, namanya songket. Mereka sangat suka, karena tenunan Sultra memiliki kombinasi warna yang sangat elok. Karena itu mereka kebanyakan memakainya, baik saat ke pesta. Bahkan pakaian kantor pun mereka minta dibuatkan dari pengrajin di Sultra.

Suami Hj Berliang ini mengaku  pendapatannya dalam seminggu  bisa mencapai Rp 20 juta atau kurang lebih Rp 100 juta per bulan. Wajar saja, karena usaha yang digelutinya kebanjiran order. Saat ini usahanya menerima banyak pesanan, khusus pembuatan baju khas Tolaki, dan Bombana  untuk pakaian kantor PNS, kurang lebih 20.000 – 25.000 pesanan, dengan harga antara Rp 150.000 hingga Rp 200.000.

“Terimakasih Dinas Perindustrian dan Koperasi yang selalu mengajak kami ikut pameran. Terimakasih juga kepada Dekranasda Sultra dalam hal ini Ibu Tina Nur Alam yang tidak henti-hentinya memikirkan pemasaran produk tenun khas sultra sehingga produk kami bisa ikut pameran di Belanda dan Perancis. Kami bangga dengan Ibu Tina Asnawati, Maju terus berkarya demi Sulawesi Tenggara,” tutur Nasrullah menahan haru atas sukses yang diraihnya saat ini. (nining)
Terbitkan Entri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi