Sungguminasa (KBSC).
Penyusunan agenda kabupaten (PAK) Gowa untuk perencanaan partisipatif oleh calon mitra langsung ACCESS dari Yayasan Wahana Kesehatan dan Lingkungan Lestari (WaKIL) diwujudkan dalam lokakarya PAK di Aula Kantor Bappeda Kabupaten Gowa, Kota Sungguminasa, Selasa (9/1) kemarin.
Dra.Hj.Ratna Arasy yang mewakili Koordinator Propinsi ACCESS-AusAID mengatakan, kegiatan yang difasilitasi WaKIL ini adalah bagaimana keterlibatan atau partisipasi penuh warga dalam setiap upaya proses-proses pembangunan di daerah ini.
“Ini bukan program WaKIL, tapi ini adalah program kita semua, utamanya bagi masyarakat penerima dampak. WaKIL hanya dalam posisi sebagai fasilitasi,” kata Ratna Arasy. Ia menambahkan, WaKIL telah melakakukan beberapa tahapan dalam penjajakan, dimana aksi penjajakan ini adalah langkah awal untuk bermitra dengan ACCESS, tapi sampai saat ini belum ada kemitraan (belum ada MoU) antara ACCESS dengan WaKIL
Disisi lain, menurut Hj Ratna, bagi ACCESS sangat mengingingkan keterlibatan perempuan dan kaum miskin, serta warga terpinggirkan. Karena nilai-nilai yang akan diperjuangkan ACCESS dalam phase II lebih pada pendekatan GSI (gender social inclusive).
Karena dalam perjalanan programnya ACCESS, utamanya pada phase I, kelihatannya perempuan sangat mampu, cuma memang selama ini ruang-ruangnya masih cenderung terbatasi , olehnya itu maka pada phase II, ACCESS lebih cenderung mendorong perempuan, kaum miskin dan terpinggirkan sebagai penerima dampak utama program.
Lanjutannya, adalah lokakarya di tingkat kabupaten, di Gowa ada 6 mitra ACCESS. Kenapa ada 6 calon mitra ACCESS, katanya, karena ke-6 ini adalah hasil PAK Gowa. Diantara ke 6 issu itu, salah satu diantaranya adalah tata kelola local democratic (TKLD), dan agenda inilah yang kemudian ditarik dalam agenda kawan-kawan.
“Jadi sekali lagi, kami atas nama pelaksana program ACCESS di Sulsel mengucapkan banyak terima kasih kepada pemerintah Kabupaten Gowa atas fasilitasi dan kebijakannya sehingga program ACCESS dapat diterima di daerah ini,” kunci Ratna Arasy yang mewakili Sartono (Koordinator Propinsi Sulsel ACCESS).
Sementara itu, Ketua Bappeda Gowa, H.Baharuddin Matting menambahkan, mendengar penurutan Wakil dan ACCESS Sulsel, pihak tidak ingin berbicara tentang teori, karena terlalu banyak teori pemberdayaan, tapi baginya, ia lebih ingin melihat fakta di masyararakat dan perangkat pemerintahan, dan fakta itu dapat ditemukan di ACCESS dan WaKIL
“Saya tertarik karena ACCESS ini tidak ada hentinya kegiatan pemberdayaan, apalagi kali ini rencananya bermitra dengan WaKIL, sementara WaKIL sendiri kita sudah yakin sudah bertahun-tahun bekerja pada aspek pemberdayaan di masyarakat desa,” katanya.
Dia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Gowa melalui Bappeda, menyatakan siap bekerja bersama-sama di dalam pemberdayaan masyarakat desa, termasuk didalam pengelolaan pemerintahan desa, seperti menggagas perencanaan secara partipatif.
Menurutnya, selama bertahun-tahun proses-proses perencanaan di desa tidak berjalan dengan baik. Banyak kasus-kasus penyusunan rencana pembangunan di desa, seperti musrembang desa dan kecamatan hanya disusun oleh aparat desa, atau hanya kepala desa, dengan cara mengatasnamakan atas usulan dari warga.
“Agenda-agenda pembangunan desa melalui hasil-hasil musrembang itu hanya isi kepalanya kepala desa, dan ketika kades ditanya mana daftar hasil musrembang, sang kades kebingungan menjawab atau memperlihatkan dafta isian prioritas usulan rencana pembangunannya, karena memang faktanya tidak ada daftar isian itu,” tegasnya.
“Malah yang membuat saya heran, kenapa ada anggota DPRD yang memasukkan agenda-agenda pembangunan di desa, kenapa ada anggota DPRD yang memasukkan proyek atau program dari APBD, padahal semestinya kerja-kerja DPRD hanyalah pembahasan kebijakan, misalnya pengesahan atau hanya sebatas legislasi,” katanya.
Yang lebih mengherankan lagi, kenapa ada kontraktor yang merasa dia mengusulkan atau memasukkan agenda-agenda pembangunan di desa. “Kalau para kontraktor sudah berani mengatakan bahwa dia yang memasukkan agenda proyek di APBD, maka dimana posisi dan peran Bappeda sebagai institusi perencana,” tegasnya.
Tapi ketika pihaknya sudah memegang Bappeda, maka proses perencanaan sudah harus dirancang dari bawah, harus berdasarkan hasil-hasil rapat dari dusun, kemudian desa lalu ke kecamatan, yang kemudian ditingkat kabupaten dirangkum oleh Bappeda.
Jadi saat ini tidak ada lagi pihak-pihak yang mengatasnamakan bahwa pihaknya yang membuat agenda-agenda pembangunan yang kemudian disahkan dalam APBD. Malah saat ini pula, anggota DRPD dari daerah pemilihan kecamatan tertentu, harus ikut hadir dalam musyawarah musrembang.
Sehingga ketika pembahasan hasil-hasil musrembang di DPRD, maka sang anggota DPRD tersebut sudah jelas dan pahami dari cerita latarbelakang program yang diusulkan, sehingga usulan yang disahkan olehDPRD itu bukan daftar keinginan kelompok-kelompok orang tertentu, tetapi memang merupakan kebutuhan bersama oleh masyarakat atau komunitas yang mengusulkannya.
Dilain pihak, Direktur WaKIL, Kaharuddin Muji menambahkan, harapan dari kawan-kawan di WaKIL adalah bagaimana inisiatif perencanaan partisipatif dengan menggunakan metode atau tols outcome mapping dan CLAPP (community led action planning proses) ini dapat diterapkan pada proses-proses penguatan kapasitas di masyarakat.
“Kami telah mempersiapkan beberap prasyarat pelaksanaan program perencanaan partisipatif ini, diantaranya kesiapan tenaga fasilitator di 18 kecamatan,” tegasnya. Ia menambahkan, dari 18 fasilitator ini terdapat 10 orang adalah fasilitator perempuan, selebihnya (8) orang adalah laki-laki.
Langkah ini adalah wujud keseriusan WaKIL dalam implementasi GSI dan TKLD dalam menjalankan program ini di Kabupaten. (s.darampa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ini adalah bagian dari upaya transformasi informasi